Sumatera Selatan (ANTARA) - Rektorat Unversitas Sriwijaya (Unsri) meminta mahasiswi diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh oknum dosen untuk segera mengklarifikasi berkas pelaporan yang mereka sampaikan ke tim etik.
Sebab tim etik yang dibentuk oleh rektor untuk memfasilitasi penyelesaian dugaan pelecehan seksual tersebut menemukan adanya kejanggalan dalam berkas laporan terkait tindakan pelecehan yang mahasiswi tersebut alami.
Wakil Rektor 1 Bidang Akademik Unsri Zainuddin Nawawi di Palembang, Jumat mengatakan, tim etik menemukan adanya perbedaan bentuk tanda tangan mahasiswi yang mengaku sebagai korban dalam surat laporan yang diterima.
Sehingga tanda tangan dalam pelaporan tersebut diduga palsu atau bukan merupakan tanda tangan asli dari mahasiswi yang menyebut menjadi korban pelecehan.
“Ada yang gak bener. Dua tanda tangan dari orang yang sama tapi berbeda. Dalam surat yang diterima tim etik,” kata dia.
Baca juga: Rektorat Unsri mencabut jabatan oknum dosen pelaku pelecehan mahasiswi
Baca juga: Polda Sumsel agendakan lagi pemeriksaan terlapor pelecehan mahasiswi
Maka menurutnya, untuk memastikan keaslian tanda tangan dalam pelaporan tersebut memang benar diberikan atau lakukan oleh mahasiswi yang mengaku korban itu.
Pihaknya meminta yang bersangkutan mengklarifikasinya kepada tim etik atau dalam hal ini Dekan Fakultas yang merupakan anggota tim etik tersebut.
“Kami berharap mahasiswi itu mengklarifikasi benar atau tidak tanda tangan tersebut dia yang buat. Sehingga kami bisa menengahinya secara adil,” ujarnya.
Zainuddin mengakui tim etik sudah melakukan pemeriksaan terhadap oknum dosen berinisial R dari Fakultas Ekonomi yang disebut sebagai pelaku pelecehan terhadap mahasiswinya berinisial F.
Hasil pemeriksaan tersebut diketahui kalau R mengaku kalau dia tidak melakukan tindakan pelecehan terhadap mahasiswinya tersebut. Pengakuan itu terangkum dalam BAP dan ditandatangai R di atas materai.
“Jangan sampai kami memberikan hukuman kepada orang yang salah. Makanya itu ini harus jelas dulu. Bagi yang salah ya salah kenapa harus dilindungi. Semua ada aturan hukumnya, entah dosen yang salah atau mahasiswanya. Cuma tadi (berkas) harus klir urusannya ini,” ujarnya.
Begitupun juga, ia berharap, tim etik mendapatkan dukungan dari semua pihak yang bisa bersikap layaknya insan akademis dan tidak mengedepankan ego pribadi atau golongan sehingga permasalahan ini bisa diselesaikan.
Sebab dalam perjalan tim etik untuk mendapatkan klarifikasi tersebut, mereka mendapatkan hambatan dari rekan-rekan kampus mahasiswi itu yang dianggap menghalang-halangi kerja tim etik padahal maksudnya ialah untuk memperoleh kejelasan.
“Kami tidak melarang dia (mahasiswi) telah melaporkan ini ke pihak kepolisian itu adalah hak dia pribadi. Cuma harus ada yang perlu di pertanggungjawabkannya,” tandasnya.
Baca juga: Mahasiswi diduga korban pelecehan seksual mengadu ke Polda Sumsel
Baca juga: Polda Sumsel terima dua laporan tambahan mahasiswi korban pelecehan
Sementara itu, Kepala Subdit 4 Remaja, Anak dan Wanita (Renakta) Ditreskrimum Polda Sumsel Komisaris Polisi Masnoni di Palembang mengatakan, korban F tersebut mengaku kalau mendapatkan pelecehan seksual secara verbal oleh oknum dosen R tersebut via whatsapp.
Laporan tersebut diterima oleh kepolisian dari korban F bersama satu korban lainnya berinisial C, mereka mendatangi Mapolda Sumsel didampingi rekan-rekannya pada Rabu (1/12).
"Mereka (korban) sudah melapor ke SPKT kalau telah menjadi korban pelecehan tidak secara fisik dari oknum dosennya. Laporan itu kami terima dengan serta mengamankan barang bukti gawai korban beserta isi pesannya, karena via Whatapp kami akan klarifikasi dulu," katanya.
Baca juga: Jiera serukan kampanye #It'sOkay, dukung penyintas pelecehan seksual
Baca juga: Unsri bentuk tim adhoc selidiki dugaan pelecehan mahasiswi
Pewarta: Muhammad Riezko Bima Elko
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021