Paris (ANTARA News) - Lebih dari 60 wartawan terbunuh pada 2005 dan 1.300 lainnya diserang atau diancam secara fisik, sehingga membuat 2005 sebagai tahun paling mematikan sejak 1995, organisasi pengawas kemerdekaan pers, Reporters sans Frontiers (Wartawan Tanpa Tapalbatas/RSF), menyatakan Rabu. Pada 2004, 53 wartawan dan 15 koresponden tewas. Pada 1995, 64 wartawan tewas, 22 di antara mereka di Aljazair. Di Irak, negara paling mematikan bagi media dalam tiga tahun belakangan ini, 24 wartawan dan lima koresponden terbunuh pada tahun lalu. Secara keseluruhan ada "76 wartawan dan koresponden telah tewas di sana sejak berkobarnya perang pada Maret 2003, jumlah yang lebih banyak ketimbang Perang Vietnam pada 1955-75. Serangan teroris dan gerilyawan merupakan penyebab utama tewasnya mereka, namun tentara Amerika Serikat menewaskan tiga dari mereka," kata RSF dalam laporan tahunannya, seperti dilansir AFP. "Produser TV Irak Wael Al-Bakri, 30 tahun, ditembak mati oleh pasukan Amerika Serikat pada 28 Juni." "Para wartawan di negara-negara Asia lainnya (Afghanistan, Bangladesh, Nepal, Pakistan dan Sri Lanka) juga mengalami nasib yang sama akibat pekerjaan mereka." Kekerasan terhadap wartawan juga meningkat di Afrika, dengan banyaknya wartawan yang tewas di Republik Demokratik Kongo, Sierra Leone dan Somalia, sementara para pembunuh (beberapa dari mereka dapat dikenali) bebas tanpa menerima hukuman, kata laporan itu. Pada 1 Januari 2006, 126 wartawan dan 70 pembangkang yang bergerak lewat dunia saiber dipenjarakan di seluruh dunia. "Internet masih dikontrol secara ketat oleh beberapa pemerintah represif dan RSF telah mencatat daftar 15 `musuh Internet`, yakni Belarus, Myanmar, China, Kuba, Iran, Libia, Maladewa, Nepal, Korea Utara, Saudi Arabia, Suriah, Tunisia, Turkmenistan, Uzbekistan dan Vietnam." (*)
Copyright © ANTARA 2006