Amman (ANTARA News) - Pasukan keamanan Suriah membunuh sedikitnya 500 warga sipil dalam penumpasan terhadap "pemberontakan demokratis damai", kata kelompok HAM Suriah Sawasiah, Kamis.

Sawasiah, yang didirikan oleh pengacara HAM Suriah yang dipenjara, Mohannad al-Hassani, juga mengatakan, ribuan orang Suriah ditangkap dan puluhan orang hilang setelah demonstrasi menuntut kebebasan politik dan diakhirinya korupsi meletus hampir enam pekan lalu.

"Kami mendesak pemerintah-pemerintah yang beradab mengambil tindakanuntuk menghentikan pertumpahan darah di Suriah dan mengendalikan rejimSuriah dan menghentikan pembunuhan, penyiksaan, pengepungan danpenangkapan yang mereka lakukan," kata Sawasiah.

"Kami memilikinama sedikitnya 500 orang yang dikonfirmasi tewas," kata kelompok itudalam sebuah pernyataan yang dikirim ke Reuters.

"Rejim Suriah terus melakukan operasi pembunuhan terorganisasi padarakyatnya sendiri, dengan kekebalan dari hukuman. Pemboman Deraamerupakan kejahatan atas kemanusiaan," kata pernyataan itu, menunjukpada penggunaan tank-tank militer untuk menumpas perlawanan di kotaDeraa, dimana protes mulai meletus.

Sehari sebelumnya, Rabu, sebanyak 203 anggota partai Baath yangberkuasa di Suriah mengajukan pengunduran diri sebagai protes ataspenumpasan mematikan terhadap pemrotes, sehingga jumlah yang keluardari partai itu menjadi 233, menurut daftar yang dilihat oleh kantorberita AFP.

Kelompok terakhir yang mengundurkan diri itu adalah para anggota yangberasal dari wilayah Houran, yang mencakup kota bergolak Daraa diSuriah selatan.

Sebelumnya, 30 anggota dari kota Banias yang dilanda kekerasan di Suriah baratlaut mengundurkan diri.

"Badan-badan keamanan telah menghancurkan nilai-nilai yang tumbuh. Kamimenolak dan mengecam segala sesuatu yang terjadi dan dengan menyesalmengumumkan pengunduran diri kami dari partai," kata mereka dalamsebuah pernyataan yang ditandatangani.

"Praktik badan keamanan terhadap warga tidak bersenjata... melanggarsegala nilai kemanusiaan dan slogan partai," kata mereka.

Suriah sejak pertengahan Maret dilanda protes yang belum pernah terjadisebelumnya, yang menuntut reformasi besar-besaran di negara yangdikuasai Partai Baath selama hampir 50 tahun itu.

Pemerintah mengumumkan serangkaian langkah reformasi dalam upayamenenangkan pemrotes, termasuk pembebasan tahanan dan rencana membuatundang-undang baru mengenai media dan perizinan bagi partai politik.

Assad juga memutuskan mencabut undang-undang darurat, yang disusun padaDesember 1962 dan diberlakukan sejak Partai Baath berkuasa pada Maret1963.

Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Suriah,terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasilmenumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun.

Buntut dari demonstrasi mematikan selama lebih dari dua pekan di Mesir,Presiden Hosni Mubarak mengundurkan diri Jumat (11/2) setelah berkuasa30 tahun dan menyerahkan kekuasaan kepada Dewan Tertinggi AngkatanBersenjata, sebuah badan yang mencakup sekitar 20 jendral yang sebagianbesar tidak dikenal umum sebelum pemberontakan yang menjatuhkanpemimpin Mesir itu.

Sampai pemilu dilaksanakan, dewan militer Mesir menjadi badan eksekutifnegara, yang mengawasi pemerintah sementara yang dipimpin perdanamenteri.

Di Tunisia, demonstran juga menjatuhkan kekuasaan Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali pada Januari.

Ben Ali meninggalkan negaranya pertengahan Januari setelah berkuasa 23tahun di tengah tuntutan yang meningkat agar ia mengundurkan diri meskiia telah menyatakan tidak akan mengupayakan perpanjangan masa jabatansetelah 2014. Ia dikabarkan berada di Arab Saudi.

Ia dan istrinya serta anggota-anggota lain keluarganya kini menjadiburonan dan Tunisia telah meminta bantuan Interpol untuk menangkapmereka. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011