Jakarta (ANTARA News) - Nilai kredit bermasalah (non performing loan/NPL) kartu kredit hingga Agustus 2005 sebesar Rp1,088 triliun atau 7,17 persen dari total kredit melalui kartu kredit sebesar Rp15,172 triliun.
Direktur Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Muhammad Ishak, di Jakarta, Selasa, mengatakan persentase NPL kartu kredit itu lebih rendah dibanding NPL kredit perbankan secara umum yang mencapai 8,02 persen atau Rp53,458 triliun dari total kredit perbankan hingga Agustus 2005 Rp666,511 triliun.
Sementara hingga November, data BI menyebutkan jumlah pemegang kartu kredit mencapai 6,72 juta orang dengan volume transaksi sebanyak 87,53 juta kali dan nilai transaksi Rp45,24 miliar. Jumlah bank penyelenggara sebanyak 21 bank.
Mengenai Peraturan Bank Indonesia yang baru soal alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) No.7/52/PBI/2005, Ishak mengharapkan dapat lebih melindungi masyarakat pengguna alat pembayaran kartu seperti kartu kredit, kartu ATM, kartu debet dan kartu prabayar.
"Kita harapkan kepentingan masyarakat lebih terlindungi karena kartu-kartu itu adalah uang milik masyarakat. Dengan PBI ini penghitungan uang beredar melalui kartu bisa terawasi," katanya.
Beberapa hal penting dalam PBI yang merupakan pembaruan dari peraturan yang lama ini adalah aturan mengenai kartu prabayar, sistem pengamanan APMK serta pengenaan sanksi.
Mengenai sanksi bagi penyelenggara APMK, Ishak mengatakan, BI tidak hanya bersikap menunggu pengaduan dari nasabah, namun akan terus melakukan pengawasan langsung ke lapangan untuk mendapatkan permasalahan dalam pemakaian APMK.
"Kita sudah bentuk tim di direktorat kami yang tidak hanya menunggu laporan nasabah, namun terjun langsung ke lapangan," katanya.
Mengenai keluhan nasabah bank atas mahalnya biaya kliring menggunakan fasilitas real time gross setltement (RTGS) BI, Ishak mengatakan, biaya kliring yang dikenakan BI ke bank adalah Rp7.000 untuk kliring hingga pukul 15.00 WIN dan Rp15.000 untuk proses dari jam 15.00 - 17.00 WIB.
"Kurang ajarnya bank, mereka kenakan biaya ke nasabah Rp25.000 - Rp50.000 dan mengatakan itu biaya dari BI, sehingga BI dituduh memakan uang rakyat," katanya.
Ishak mengakui, hal itu terjadi karena BI kurang melakukan sosialisasi kepada nasabah mengenai besaran biaya kliring RTGS. Untuk itu, pihaknya akan segera mengeluarkan pengumuman di seluruh bank mengenai biaya resmi kliring melalui RTGS.
"Ini sudah gila-gilaan. Kita akan umumkan juga di mesia massa agar masyarakat tahu berapa biaya RTGS sebenarnya," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006