Surabaya (ANTARA News) - Partai Golongan Karya tidak memperhitungkan partai politik lain sebagai pesaing, termasuk ormas Nasional Demokrat bentukan Surya Paloh, dan parpol Nasional Republik yang digagas Tommy Soeharto.

"Secara konstitusi, mereka mempunyai hak untuk mendirikan apa saja. Mereka dan parpol manapun bukan saingan kami, karena saingan kami adalah rakyat, yakni bagaimana merebut hati rakyat," kata Sekjen DPP Partai Golkar Idrus Marham, di Surabaya, Rabu malam.

Ia mengemukakan hal itu di sela kuliah umum tamu bertajuk "Kepemimpinan dan Kebangsaan" yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FE Unair Surabaya dengan menampilkan Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie.

Menurut Idrus Marham, langkah parpol lain dan parpol "sempalan" Golkar itu bukan penggembosan untuk Golkar, sebab parpol yang dipimpin Ical itu lebih mengkhawatirkan penggembosan yang dilakukan rakyat.

"Oleh karena itu, tetangga (parpol lain) itu bukan saingan kami, tapi saingan kami adalah rakyat, bagaimana meyakinkan rakyat, bagaimana melakukan pendekatan kepada rakyat. Rakyat akan melihat siapa yang membelanya selama ini," katanya.

Ia meyakini rakyat itu sudah cerdas, karena itu parpol yang dilihat bukan parpol yang saling bersaing satu dengan yang lain, melainkan rakyat akan tahu parpol mana yang memperjuangkannya.

"Dengan pendekatan yang kita lakukan selama ini mulai dari kota hingga ke desa-desa, kami meyakini Golkar masih akan dapat meraup 30 persen suara hati rakyat," katanya.

Tentang dukungan Golkar untuk ketuanya, Ical, sebagai calon presiden (Capres) dalam Pilpres 2014, ia mengaku hal itu bergantung kepada hasil survei yang akan dilakukan pada tahun 2012.

"Kalau mengacu pada keinginan Rapim Golkar untuk mendukung Bang Ical, maka kita tunggu hasil survei. Yang jelas, kita sudah tertinggal saat Wapres Jusuf Kalla masih berperan," katanya.

Dalam kuliah umum tamu itu, Aburizal Bakrie menegaskan bahwa Indonesia dapat menjadi contoh tentang tidak adanya pertentangan antara Islam dengan demokrasi, meski beberapa kekerasan bernuansa agama sempat mencoreng bangsa Indonesia.

"Yang jelas, demokrasi adalah kekuasaan di rakyat, karena pemuda berperan untuk mewujudkan `Negara Kesejahteraan` sebagai bukti bahwa kekuasaan itu harus untuk rakyat. Jangan percaya pada ekonomi liberal yang mengorbankan rakyat miskin. Negara harus melakukan intervensi untuk mengentaskan masyarakat miskin," katanya.(*)
(T.E011/M008)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011