Jakarta (ANTARA) - Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan sektor pertanian merupakan industri yang tahan krisis, khususnya pada masa pandemi COVID-19.
"Selama masa pandemi justru orang mencari produk pertanian, sama halnya dengan orang mencari produk internet. Keduanya ini adalah kebutuhan yang tidak bisa digeser meski pergerakan terbatas," kata Bhima dalam webinar Potensi Industri Pertanian di Pusaran Pasar Modal yang dipantau di Jakarta, Kamis.
Bhima menjelaskan selama masa pandemi terjadi fenomena ruralisasi, di mana banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan atau mengalami pengurangan jam kerja, memilih untuk kembali ke desa dan bekerja di sektor pertanian.
Kata dia, sektor pertanian hampir selalu siap menampung tenaga kerja apabila terjadi sebuah krisis.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2021, serapan tenaga kerja di sektor pertanian mencapai 37,1 juta orang. Sementara itu dari sisi kontribusi sektoral mencapai 14,3 persen dari PDB.
Baca juga: Guru Besar IPB ungkap tantangan pertanian di masa depan
"Jadi bantalan krisisnya adalah sektor pertanian. Telah terbukti di Indonesia, Thailand, Vietnam, hingga Denmark," ujarnya.
Bhima menambahkan daerah yang memiliki potensi ekspor perkebunan pulih lebih cepat dibanding daerah lain.
Kemudian selama masa pandemi harga komoditas perkebunan dan pertanian juga diperkirakan akan bertahan hingga 2023.
"Daerah yang cepat pulih dan serapan tenaga kerjanya paling tinggi adalah daerah yang basisnya adalah pertanian. Bahkan harga bahan pangan global itu mengalami rebound yang sangat cepat," ujarnya.
Baca juga: Ketua DPD: SDM pertanian jadi PR besar pemerintah
Pewarta: Adimas Raditya Fahky P
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021