Surabaya (ANTARA News) - Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010 yang beranggotakan sembilan orang atau Tim-9 memetakan 80 ribu potensi gempa kecil, sedang, dan besar di Indonesia untuk kurun 2500 tahun.
"Kalau potensi tsunami terjadi di sisi barat Sumatera dan sisi selatan Jawa hingga Papua, tapi potensi itu berjarak 150 kilometer dari daratan atau berada di laut," kata Ketua Tim-9 Prof Masyhur Irsyam PhD, di Surabaya, Rabu.
Ia mengemukakan hal itu di sela-sela sosialisasi "Standar Perencanaan Ketahanan Gempa yang Baru di Indonesia (RSNI 1726-XXXX)" dengan Ketua Tim Struktur SNI 1726-201X Prof Ir Bambang Budiono ME PhD di Universitas Kristen Petra (UKP) Surabaya.
Dalam acara untuk memperingati Dies Natalis ke-50 UKP itu, Guru Besar Teknik Sipil ITB itu menjelaskan peta gempa di Indonesia tahun 1983 dan 2002 membagi wilayah gempa dalam enam zona, tapi saat ini sudah banyak gempa yang terjadi di luar perkiraan.
"Tahun 2004 terjadi gempa di Aceh dengan skala yang di luar perkiraan kita, lalu saat ini banyak sesar bawah tanah yang selama ini belum diperhitungkan," katanya.
Revisi peta gempa Indonesia pun dibentuk yang melibatkan ITB, LIPI, PU, ESDM, dan BMKG dengan dukungan data-data dari pihak asing terkait peta gempa di seluruh dunia.
"Kita juga menggunakan publikasi terakhir dari American Society of Civil Engineers (ASCE) 07-2010, karena itu kita juga mengacu pada ASCE untuk memetakan gempa dalam 2500 tahun, bukan 500 tahun seperti selama ini, termasuk melakukan update peta dalam tiga tahun sekali," katanya.
Hingga kini, tim telah melakukan pemetaan sesar daratan di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Timor, dan Sulawesi. "Untuk Jawa Timur masih belum dikuantifikasi," katanya.
Menurut dia, peta gempa itu tidak selalu tepat, namun hal terpenting dari peta gempa adalah kesiapan untuk memperkuat infrastruktur agar tidak roboh di saat gempa.
"Gempa di China dipetakan dalam skala 0,1 G, tapi yang terjadi justru 1 G, kemudian gempa di Jepang dipetakan dalam skala 0,8 G, tapi yang terjadi adalah 3 G," katanya.
Skala yang di luar perkiraan itu mampu menghindari korban dalam jumlah banyak, bahkan korban di Jepang bukan akibat gempa, melainkan terjangan tsunami.
Indonesia juga harus belajar banyak dari peta gempa yang dibuat, karena itu kami merekomendasikan kepada pemerintah untuk memperkuat bangunan publik di daerah-daerah yang dipetakan, katanya.
(*)
Pewarta: AA Ariwibowo
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011