Mataram (ANTARA) - Unit Pelaksana Teknis Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UPT BP2MI) Nusa Tenggara Barat mengingatkan warga NTB untuk tidak nekat berangkat ke Malaysia yang masih menutup pintu bagi pekerja migran Indonesia (PMI) karena pandemi COVID-19.
Kepala UPT BP2MI NTB Abri Danar Prabawa, di Mataram, Rabu, mengatakan beredar informasi terkait dibukanya Malaysia bagi para pekerja asing, dalam hal ini salah satunya adalah PMI.
"Telah banyak calo atau sponsor yang menawarkan kepada calon PMI untuk memberangkatkan ke Malaysia secara ilegal, saya ingatkan agar warga jangan nekat," katanya.
Ia menegaskan sampai dengan saat ini, Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa proses penempatan PMI ke Malaysia masih ditutup.
Baca juga: BP2MI NTB urus pemulangan dua jenazah PMI dari luar negeri
Baca juga: Tujuan masih tutup, 47 calon pekerja migran Mataram tertunda berangkat
Hal itu sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja No.3/2748/PK.02.02/VII/2021 tentang Perubahan Kelima, Penetapan Negara Tujuan Penempatan Tertentu Bagi PMI Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru.
"Saya tegaskan bahwa Malaysia masih menutup kedatangan bagi pekerja asing di seluruh sektor dan hanya melayani mereka masih berlaku visa kerjanya saja," ujarnya.
Menurut Abri, imbauan juga telah disampaikan oleh Pemerintah Malaysia terkait tindakan tegas bagi warga negara asing yang memaksa masuk tanpa izin.
Penjagaan di pintu-pintu perbatasan juga diperketat. Kondisi tersebut yang membuat banyaknya PMI yang ditangkap dan dipulangkan kembali ke Indonesia.
"Sampai dengan 27 November 2021, tercatat sebanyak 133 calon PMI asal NTB yang dicegah keberangkatannya saat mencoba memasuki wilayah Malaysia," ucapnya pula.
Pemerintah Indonesia juga telah mengupayakan sosialisasi atau penyebaran informasi terkait larangan untuk jangan nekat memasuki Malaysia secara nonprosedural.
Selain berisiko tinggi bagi keselamatan para calon PMI, perlindungan bagi warga negara Indonesia yang bekerja secara ilegal cenderung merugikan.
Abri menyebutkan ancaman tegas bagi sindikat penempatan PMI secara nonprosedural sebagaimana pasal 69 Undang Undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, orang perseorangan dilarang melaksanakan penempatan Pekerja Migran Indonesia.
"Pada pasal 81 juga terdapat ancaman hukuman bagi pelaku dimaksud, yaitu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar," katanya.*
Baca juga: Belasan ribu PMI NTB pulang dari luar negeri karena habis masa kontrak
Baca juga: Lebih seratus pekerja migran dari Malaysia tiba di NTB
Pewarta: Awaludin
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021