Jakarta (ANTARA News) - Wakil Kepala Divisi Humas Markas Besar (Mabes) Polri Brigjen Polisi Anton Bachrul Alam mengatakan bom yang meledak di Pasar Daging Babi di Jalan Sulawesi, Palu pada Sabtu (31/12) berbeda jenisnya dengan bom yang meledak di Pasar Tradisional Tentena bulan Mei 2005. "Yang sama hanya pembungkusnya saja yakni sama-sama dibungkus kantung plastik warna hitam," kata Anton di Mabes Polri, Selasa. Ia mengatakan kesimpulan itu diperoleh setelah petugas dari Pusat Laboratorium Forensik Polri melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan mengumpulkan sejumlah barang bukti di lokasi ledakan. "Hingga saat ini pun Puslabfor masih mencari barang bukti lain sebab olah TKP itu membutuhkan ketelitian karena untuk bisa mengungkap suatu kasus dimulai dari TKP," katanya. Ia menjelaskan materi bom yang meledak di Pasar Daging Babi itu terdiri atas Klorat, Sulfur dan Alumunium sulfat sedangkan bom yang meledak di Pasar Tentena terdiri atas Sulfur, Klorat dan Tri Nitro Toluene (TNT). Di samping itu, isi dan kontainer bom yang meledak di Palu dan Tentena juga berbeda. Menurut Anton bom yang meledak di pasar daging babi di Palu berisi gotri dengan kontainer lempeng besi setebal dua milimeter sedangkan bom yang meledak di Tentena berisi potongan paku dengan pipa besi setebal dua mm. Ia juga mengatakan bahwa pemicu bom di Palu hingga kini belum diketahui sebab pembungkus atau kontainer bom telah hancur total. "Bisa jadi pemicu bom di Palu berupa tombol `on` dan `off`. Namun untuk kepastiannya masih dalam penyelidikan," ujarnya seraya menambahkan bahwa pemicu bom yang meledak di Tentena berupa detonator. Terkait dengan pemeriksaan para saksi Anton mengatakan bahwa hingga saat ini penyidik masih memeriksa puluhan saksi terutama orang yang berada di lokasi kejadian. Ia mengakui seorang saksi bernama M saat ini tengah diperiksa secara intensif untuk dikonfrontir alasannya berada di lokasi kejadian tepat sebelum dan saat ledakan. "Polisi memiliki waktu 7x24 jam untuk menentukan apakah saksi M ini cukup bukti untuk menjadi tersangkan atau tidak," ujarnya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006