Jakarta (ANTARA) - Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta kembali mematangkan revisi Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang telah memasuki tahap harmonisasi.
Ketua Bapemperda DPRD DKI Jakarta Pantas Nainggolan mengatakan, saat ini pembahasan fokus pada mekanisme pemanfaatan lahan milik warga yang berdiri di zona hijau atau Ruang Terbuka Hijau (RTH). Hal ini cukup krusial dan butuh penyempurnaan di beberapa pasal.
"Kenyataannya saat ini banyak kawasan yang tersandera zona hijau sehingga masyarakat tidak bisa apa-apa. Maka dengan revisi ini kita akan memberikan perhatian ke sana," ujar Pantas di Jakarta, Rabu.
Pantas menjelaskan penyempurnaan dilakukan pada pasal 113 ayat 2. Pemilik lahan yang berdiri di atas zona hijau kini boleh membuat bangunan berupa hunian dan tempat usaha dengan sejumlah syarat yang telah ditetapkan.
"Kita menghargai hak-hak yang ada di sana. Kalau kemarin kan tidak bisa dikasih apa-apa, sekarang bisa diberikan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) dengan persyaratan tertentu," katanya.
Baca juga: DPRD harapkan DKI segera tuntaskan seleksi pembebasan lahan untuk RTH
Baca juga: Wagub DKI jamin RTH Jakarta tidak hilang bahkan akan ditambah
Syarat yang dimaksud ditetapkan dalam pasal 115, yakni untuk hunian, Lahan Perencanaan (LP) dapat dimanfaatkan maksimal 80 persen saja, sementara 20 persennya wajib dijadikan RTH dengan lebar minimal lima meter.
Sedangkan untuk tempat usaha hanya bisa dibangun 70 persen, sementara 30 persennya untuk RTH.
Diatur juga bahwa RTH tersebut dapat diakses publik serta bisa digunakan sebagai tempat rekreasi ataupun taman kota. Lalu pemilik lahan diwajibkan menanam pohon serta membuat sumur resapan dua kali dari ketentuan.
"Dengan begitu kita bisa menciptakan ruang hidup yang lebih segar dan asri. Sedangkan sumur resapan tujuannya untuk pelestarian air tanah, supaya air tanah bisa tetap terjaga," katanya.
Kepala Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan Provinsi DKI Jakarta Heru Hermawanto menjelaskan, hal terpenting dalam revisi ini, yakni pemilik lahan harus bersedia membuat surat pernyataan di atas materai bahwa sewaktu-waktu lahannya siap dibebaskan pemerintah.
"Dengan perjanjian itu, maka jika pemerintah membutuhkan lahan itu, pemilik harus bersedia menerima ganti rugi sesuai perundang-undangan," kata Heru.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2021