Pembangunan laboratorium ini berawal dari keprihatinan masyarakat dan pelajar di Wonosalam atas kerusakan hutan dan maraknya perburuan satwa
Surabaya (ANTARA News) - Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecological Observation and Wetlands Conservation/Ecoton) membangun laboratorium alam di Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang, untuk menghindari terjadinya bencana alam.
"Pembangunan laboratorium ini berawal dari keprihatinan masyarakat dan pelajar di Wonosalam atas kerusakan hutan dan maraknya perburuan satwa," kata Direktur Ecoton, Prigi Arisandi, di Surabaya, Senin.
Laboratorium tersebut nantinya juga akan dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan dan peningkatan pemahaman masyarakat akan pentingnya melestarikan ekosistem alam.
"Laboratorium kami bangun di Wonosalam untuk menyelamatkan hutan seluas enam hektare di daerah itu," kata Prigi.
Di lokasi tersebut, bermacam jenis tanaman dan satwa, seperti kera ekor panjang yang masih ada di kawasan hutan Wonosalam.
"Tempat tersebut menjadi tempat paling favorit bagi pelajar untuk belajar tentang hutan heterogen," katanya.
Dari hasil penelitian, di lokasi tersebut ditemukan 45 jenis tanaman yang merupakan produsen mata air.
Selain kondisi hutan yang masih sangat bagus, mata air yang ada juga menjadi sumber air minum bagi 100 kepala keluarga yang tinggal di sekitar areal hutan.
Dari hasil kajian Ecoton sejak Agustus 2010 sampai Januari 2011 menunjukkan bahwa pengelolaan hutan di Wonosalam jauh dari konsep lestari karena banyak kejadian pembiaran kegiatan pengrusakan dan pencurian hasil-hasil hutan.
Pengelolaan hutan di kawasan Wonosalam sebagian besar dibawah pengelolaan Perhutani dan Tahura R Suryo serta Dinas Kehutanan Jatim.
Kini warga di sekitar lokasi hutan tepatnya Dusun Mendiro telah membentuk Kelompok Masyarakat Pelindung Hutan (Kepuh) sebagai bentuk keprihatinan masyarakat yang tinggal berbatasan dengan hutan karena sering melihat warga luar desa keluar-masuk hutan berburu monyet, kancil, macan, dan burung dengan tujuan untuk diperjualbelikan.
Sementara itu, staf peneliti Ecoton, Riska Darmayanti, menambahkan bahwa dalam lima bulan terakhir pihaknya masih menjumpai satwa kera ekor panjang dan berbagai jenis tanaman produsen air sehingga tidak heran kalau di tengah hutan ini mata air masih sangat jernih dan melimpah.
Hasil penelitian Ecoton juga menyebutkan, setidaknya masih terdapat 10 jenis tanaman besar yang tergolong produsen air seperti, bendo, cembirit , aren, gondang, garu atau kayu bulu, kemiri, kenanga, mindi, dan suren.
(M038/I007)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011