Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi dua saksi perihal dugaan adanya aliran uang sebelum proses lelang pengadaan dan pemasangan "six roll mill" atau mesin penggilingan tebu di Pabrik Gula (PG) Djatiroto PTPN XI.
KPK memeriksa keduanya di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (30/11) untuk tersangka mantan Direktur Produksi PT PTPN XI Budi Adi Prabowo (BAP) dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan dan pemasangan "six roll mill" di PG Djatiroto PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI tahun 2015-2016.
"Didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya aliran sejumlah uang dari tersangka AH (Arif Hendrawan) yang diberikan pada tersangka BAP dan pihak terkait lainnya sebelum proses lelang pengadaan dan pemasangan 'six roll mill' di Pabrik Gula Djatiroto PTPN XI periode tahun 2015-2016 dilaksanakan," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Baca juga: KPK dalami pengaturan proyek-aliran uang kasus Dinas PUPR Kota Banjar
Dua saksi yang diperiksa, yakni mantan Direktur SDM dan Umum PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI Muhammad Cholidi dan Executive Vice President (EVP) PTPN Holding Aris Toharisman.
KPK, Kamis (25/11) telah mengumumkan Budi bersama Arif Hendrawan (AH) selaku Direktur PT Wahyu Daya Mandiri (WDM) sebagai tersangka.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan tersangka Budi selaku Direktur PTPN XI 2015-2016 yang telah mengenal baik tersangka Arif selaku Direktur PT WDM melakukan beberapa kali pertemuan pada 2015, diantaranya menyepakati pelaksana pemasangan mesin giling di PG Djatiroto adalah tersangka Arif walaupun proses lelang belum dimulai sama sekali.
Tersangka Arif diduga menyiapkan perusahaan lain agar seolah-olah turut sebagai peserta lelang.
Selain itu, tersangka Arif juga aktif dalam proses penyusunan spesifikasi teknis harga barang yang dijadikan sebagai acuan awal dalam penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai Rp78 miliar, termasuk data-data kelengkapan untuk lelang pengadaan 1 lot "six roll mill" di PG Djatiroto.
Adapun nilai kontrak yang telah disusun atas dasar kesepakatan tersangka Budi dan tersangka Arif, yaitu senilai Rp79 miliar.
Saat proses lelang dilakukan, diduga terdapat beberapa persyaratan yang telah diatur untuk memenangkan PT WDM diantaranya terkait waktu penyerahan barang yang dimajukan tanggalnya pada saat "aanwijzing" karena PT WDM sudah lebih dulu menyiapkan komponen barangnya.
KPK juga menduga saat proses lelang masih berlangsung, ada pemberian satu unit mobil oleh tersangka Arif kepada tersangka Budi.
Terkait proses pembayaran diduga ada kelebihan nilai pembayaran yang diterima oleh PT WDM yang disetujui oleh tersangka Budi.
KPK menduga kerugian negara yang ditimbulkan dalam proyek pengadaan tersebut sejumlah sekitar Rp15 miliar dari nilai kontrak Rp79 miliar.
Atas perbuatannya, tersangka Budi dan Arif disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: KPK telusuri aset dari aliran dana pengadaan tanah SMKN 7 Tangsel
Baca juga: KPK panggil delapan saksi kasus pembangunan Stadion Mandala Krida
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2021