Semarang (ANTARA) - Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini berharap hasil seleksi bakal calon anggota KPU dan bakal calon anggota Bawaslu masa jabatan 2022—2027 menghasilkan sosok penyelenggara pemilu yang kuat, otonom, kompeten, inovatif, inklusif, dan berwawasan global.
"Kuat dalam penguasaan substansi kepemiluan maupun kuat secara fisik dan psikologis," kata Titi Anggraini melalui percakapan WhatsApp kepada ANTARA di Semarang, Rabu.
Hal itu, lanjut Titi, menyangkut kemampuan, keberanian, dan keteguhan menjaga martabat, kemandirian, dan muruah KPU/Bawaslu yang profesional, imparsial, dan modern.
Pegiat pemilu ini mengatakan hal itu terkait dengan seleksi bakal calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan bakal calon anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI yang akan melaksanakan tugas pada pemilu dan pilkada serentak pada tahun 2024.
Baca juga: Pegiat pemilu: Perlu maksimalkan pemenuhan HAM dalam Pemilu 2024
Sejauh ini, Pemilu dan Pilkada 2024 akan dilaksanakan tanpa perubahan UU Pemilu. Pemilu lima kotak akan terselenggara kembali seperti halnya Pemilu 2019. Selain itu, juga pilkada akan berjalan tanpa perubahan UU Pilkada.
Di lain pihak, kata Titi, kompleksitas teknis Pemilu 2019 dan problematika yang dihadapi potensial berulang pada Pemilu 2024. Bahkan, tumpukan beban kerja penyelenggaraan pemilu dan pemilihan bisa memengaruhi profesionalitas dan integritas penyelenggara pemilu. Artinya, juga bisa berdampak pada kinerja dan kondisi kesehatan demokrasi Indonesia.
Terobosan dan inovasi kepemiluan sepenuhnya mengandalkan inovasi KPU dan pengaturan dalam peraturan KPU/Bawaslu untuk penguatan kapasitas personel, penggunaan teknologi, penyesuaian teknis, dan lain-lain. Padahal, kata dia, peraturan KPU/Bawaslu banyak keterbatasan daya jangkau.
Baca juga: Titi Anggraini: Penyelenggaraan pemilihan umum harus humanis
Oleh karena itu, Titi berharap mereka bisa berlaku otonom dalam mengambil keputusan sebagai penyelenggara tanpa meninggalkan konsultasi dan pelibatan partisipasi para pemangku kepentingan pemilu.
"Penyelenggara pemilu harus punya kompetensi yang memadai untuk menyusun kebijakan sekaligus melakukan berbagai fungsi sebagai penyelenggara pemilu," katanya.
Secara terukur dan proporsional, kata Titi, mereka mampu berinovasi dan melahirkan terobosan yang relevan guna merespons dan mengurai kompleksitas, kerumitan, dan dinamika penyelenggaraan pemilu dan pilkada serentak pada tahun 2024 di tengah masifnya penggunaan teknologi dan tantangan penyebaran hoaks politik/pemilu.
Ia memandang penting bangsa ini memiliki penyelenggara pemilu dengan paradigma inklusif di tengah situasi post truth era dan polarisasi politik yang membelah. Hal ini agar orientasi pelayanan penyelenggara pemilu maksimal dan adil bagi semua pemangku kepentingan.
Baca juga: Titi: Isu amendemen UUD sangat rentan dipolitisasi
Harapan lain terhadap penyelenggara pemilu, mereka mampu membangun jejaring global untuk melaksanakan praktik terbaik dalam penyelenggaraan pemilu, kemudian berdasarkan keluasan pengetahuan kepemiluan sekaligus memerankan diplomasi demokrasi internasional untuk mengukuhkan kualitas demokrasi Indonesia di mata dunia.
"Saya juga berharap mereka mampu membangun relasi sinergis di antara KPU, Bawaslu, dan DKPP tanpa menggadaikan kemandirian masing-masing lembaga. Fungsionalisasi forum tripartit dan komunikasi kelembagaan yang sehat, dialektika langsung, bukan dengan perantara media," katanya.
Hal yang tidak kalah pentingnya, menurut Titi, mereka mampu mengerjakan aspek teknis secara cermat, teliti, dan detail. Namun, tetap dalam kerangka berpikir atau paradigma yang terhubung dan menyeluruh. Dengan demikian, tidak terjebak pada egosektoral divisi atau pembagian kerja secara parsial.
Pewarta: D.Dj. Kliwantoro
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021