Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung (MA) diminta lebih pro aktif membongkar dugaan rekayasa vonis 22 bulan terhadap Jonny Abbas, terkait persidangan kasus BlackBerry (BB) illegal di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

"Ketika nanti kasusnya banding ke Pengadilan Tinggi (PT) atau ke MA, maka baik PT maupun MA jangan hanya menilai berat ringannya hukuman yang dijatuhkan, tetapi harus meneliti lebih komprehensif bagaimana jalannya proses persidangan yang tidak fair guna mencari kebenaran dan keadilan bagi terhukum," kata praktisi hukum Maqdir Ismail, di Jakarta, Minggu.

Pengacara Antasari Azhar ini mengingatkan, cepat atau lambat kasus-kasus hukum yang sarat dengan rekayasa akan terbongkar.

Menurut dia, memang idealnya sejak awal menangani kasus, para polisi, jaksa, hingga hakim harusnya sudah lebih paham dan mencium bau perkara, apakah ada faktor rekayasa atau faktor lain yang bisa menjerumuskan kasusnya pada peradilan sesat dan mengorbankan seseorang.

"Apalagi sering kita jumpai dalam persidangan-persidangan, banyak hal-hal yang tidak sesuai-red) satu dengan lainnya. Sebenarnya, hakim sebagai penguasa tunggal persidangan bisa menghentikan kasus kalau menemukan ada rekayasa," ujar Maqdir.

Kasus impor 30 kontainer BB (BlackBerry) dan minuman keras (miras) ilegal yang melibatkan pengusaha Harry Mulya dan kemudian menjebloskan Direktur PT PLI Jonny Abbas ditengarai sarat rekayasa hukum sejak ditangani pihak Polres Jakarta Pusat, hingga PN Jakpus menjatuhkan vonis 22 bulan pada pertengahan April ini.

Tuduhan penipuan oleh Harry Mulya kepada Jonny Abbas tidak terbukti dan hakim di pengadilan hanya menggunakan keterangan Harry Mulya, yang juga berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO), sekaligus tersangka oleh pihak Bea Cukai (BC) karena kasus penyeludupan 2 kontainer BlackBerry yang diduga kuat melibatkan anggota Komisi III DPR, AS.

Namun pihak BC tidak melanjutkan kasus tersangka Harry Mulya, termasuk untuk meminta pihak imigrasi melakukan pencekalan.

Kuatnya dugaan rekayasa dan permainan kasus BB ilegal yang menjadikan Jonny Abbas sebagai korban juga sudah dipertegas Koordinator Tim Pengacara Jonny Abbas, Bambang Widjojanto.

Menurut dia, ada banyak kejanggalan dalam proses penyidikan hingga penuntutan sampai jatuhnya vonis, termasuk dugaan pertemuan di salah satu hotel di Singapura yang melibatkan Harry Mulya, Anggota Komisi III DPR AS, dan seorang hakim Tipikor berinisial KT pada 30 Oktober 2010 lalu.

KT disebut-sebut sebagai perantara Harry Mulya dengan Anggota Majelis Hakim PN Pusat Nani Indrawati yang menjatuhkan vonis Jonny Abbas.

Guna membongkar dugaan kuat rekayasa kasus Jonny Abbas, Maqdir Ismail menyarankan perlunya melibatkan Komisi Kepolisian, Komisi Kejaksaan hingga Komisi Yudisial (KY).

"Ini tentu bukan semata-mata kepentingan korban, tetapi ada tujuan yang lebih besar untuk kepentingan bangsa dan kepentingan penegakan hukum yang berkeadilan," ujar Maqdir.

Selain itu, katanya, seluruh komponen bangsa dan masyarakat harus bersama-sama melakukan kontrol di semua lini, guna mencegah dan memperkecil ruang bagi para penegak hukum melakukan rekayasa. (D011/A027/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011