Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih belum memutuskan apakah akan menerima atau mengajukan banding atas vonis terhadap Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif Nurdin Abdullah dalam perkara penerimaan suap dan gratifikasi.
"Kami menghormati putusan majelis hakim dan saat ini tim jaksa menyatakan pikir-pikir dalam waktu tujuh hari ke depan setelah putusan dibacakan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Selasa.
Dalam sidang yang dilangsungkan di Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan, pada Senin (29/11), majelis hakim menjatuhkan vonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan kepada Nurdin Abdullah.
Nurdin juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp2,187 miliar dan 350 ribu dolar Singapura serta dicabut hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun.
Baca juga: Hakim sebut gratifikasi Nurdin Abdullah buat beli jet ski-speed boat
"Kami akan pelajari secara utuh seluruh pertimbangan majelis hakim, setelah itu kami segera menentukan sikap atas putusan dimaksud," ungkap Ali.
Terdapat sejumlah hal yang berbeda dalam putusan majelis hakim terhadap Nurdin Abdullah dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.
Pertama, vonis Nurdin Abdullah lebih ringan dibanding tuntutan JPU KPK yang meminta agar Nurdin Abdullah divonis enam tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.
Kedua, JPU menyebut Nurdin Abdullah menerima total Rp1 miliar dari Petrus Yalim, Thiawudy Wikarso dan Direksi PT. Bank Sulselbar pada periode Desember 2020 - Februari 2021 untuk pembelian tanah dan pembangunan masjid Kebun Raya Maros di kecamatan Tompobulu, kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Namun majelis hakim tidak menyetujui tuntutan tersebut.
Baca juga: Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah divonis 5 tahun penjara
"Benar pengurus Masjid Kebun Raya Maros menerima gratifikasi Rp1 miliar namun jauh sebelum pemberian, terdakwa ingin mewakafkan tanahnya untuk masjid dan ditindaklanjuti dengan pembuatan panitia. Terdakwa tidak ada keinginan untuk menerima pemberian dan tidak ada kesadaran melakukan perbuatan jahat sehingga tidak dapat dikualifikasi menerima gratifikasi untuk pembangunan Masjid Puncak Maros," kata Ketua Majelis Hakim Ibrahim.
Majelis hakim menilai bahwa dengan mempertimbangkan profil dan pendapatan Nurdin Abdullah yang sebelumnya menjabat sebagai Bupati Bantaeng ditambah dengan pendapatan istrinya, maka disimpulkan pembelian tanah tersebut masih sesuai dengan profil dan majelis meyakini uang yang diperoleh untuk membeli tanah berasal dari pendapatan yang sah dan legal.
Tanah tersebut adalah tanah di area Pucak Kecamatan Tompobulu Kabupaten Maros seluas 13 hektare seharga Rp2,2 miliar yang dibeli dari Andi Abdul Samad pada Agustus 2020.
Selanjutnya Nurdin membeli tanah milik Aminuddin seluas 19 ribu meter persegi seharga Rp300 juta.
Baca juga: Mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel divonis empat tahun penjara
Nurdin juga membeli tanah milik Muhammad Nusran seluas 3,2 hektare masih di kawasan yang sama seharga Rp544 juta.
Kemudian atas inisiasi Nurdin, dibangun masjid dan untuk pembangunan mesjid dibentuk panitia pembangunan masjid Puncak.
"Cukup beralasan hukum bila tanah yang diuraikan tersebut dikembalikan kepada terdakwa dan bila sertifikat diblokir maka beralasan hukum untuk memerintahkan penuntut umum membuka blokir sertifikat tanah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku," ungkap hakim.
Perbedaan ketiga, majelis hakim memerintahkan pembukaan blokir 24 rekening milik Nurdin Abdullah, istrinya, dan anaknya, yaitu M Fathul Fauzi Nurdin.
"Sepanjang persidangan berlangsung tidak dapat dibuktikan rekening-rekening tersebut terkait tindak pidana yang dilakukan terdakwa sehingga beralasan bila blokir a quo dibuka dan meminta penuntut umum untuk membuka blokir yang dimaksud," kata Ketua Majelis Hakim Ibrahim.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021