Yogyakarta (ANTARA News) - Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Halim Alamsyah mengatakan pemberian insentif bagi pengembangan industri perbankan syariah di Indonesia sangat dimungkinkan.

"Kita melihat gairah tinggi dalam industri perbankan syariah, untuk itu beberapa hal mengenai kepastian hukum dalam bidang ini dan pemberian insentif sangat penting," ujarnya saat ditemui dalam seminar perbankan syariah di Yogyakarta, Jumat.

Halim menambahkan, BI akan meningkatkan sosialisasi dan pembuatan peraturan yang berhubungan dengan pengembangan produk syariah.

"Kami juga memberikan insentif bagi perbakan syariah untuk mendorong pertumbuhan," ujarnya.

Selain pemberian insentif, dia mengharapkan pemerintah memberikan dukungannya terhadap pengembangan perbankan syariah seperti yang dilakukan oleh Malaysia dengan mendorong badan usaha untuk melakukan transaksi melalui bank-bank syariah.

"Di Malaysia, ada dukungan pemerintah dan otoritas disana dengan memberikan pekerjaan transaksi yang biasanya dilakukan perbankan konvensional untuk kemudian di-share ke perbankan syariah," ujarnya.

BI memperkirakan pertumbuhan aset perbankan syariah bisa tumbuh lebih tinggi sekitar 70-80 persen per tahun dibandingkan saat ini sebesar 47 persen pada 2010, apabila pemerintah memberikan dukungan melalui regulasi serta bentuk-bentuk insentif pajak.

Pada 2011 ini, BI memastikan insentif bagi bank umum syariah berupa keringanan setoran modal awal untuk unit usaha syariah dan ketentuan direksi bank umum syariah baru hasil spin off (pemisahan) akan segera diputuskan dan berlaku hingga 2023.

Insentif tersebut yaitu bagi unit usaha syariah yang berniat spin off menjadi Bank Umum Syariah (BUS) diperbolehkan untuk menyetor modal awal Rp500 milliar dan mengangsur Rp500 milliar selama sepuluh tahun.

"Tetapi bagi bank yang langsung mendirikan BUS harus langsung setor modal Rp1 triliun," ujar Kepala Biro Penelitian, Pengembangan, dan Pengaturan Perbankan Syariah, Direktorat Perbankan Syariah BI Tirta Segara.

Ia menambahkan, kebijakan tersebut dapat dihapus pada 2020 ketika terjadi liberalisasi pasar akibat dari pemberlakukan masyarakat ekonomi ASEAN.

Selain itu, insentif lainnya adalah ketentuan jumlah minimum direksi berpengalaman yang dapat menempati jajaran direksi bank umum syariah hasil spin off.

Tirta menjelaskan, BI memperbolehkan direksi bank unit syariah spin off minimal satu orang yang berlatar belakang ekonomi syariah dan sisanya bisa dari direksi bank konvensional, sedangkan yang langsung mendirikan bank direksinya minimal tiga orang dengan latar belakang yang sama.

"Syarat ini lebih ringan tujuannya agar bank (spin off) tersebut bisa langsung beroperasi penuh," ujarnya.

Sementara, Ketua Asosiasi Bank Syariah Seluruh Indonesia (Asbisindo), A Riawan Amin mengharapkan pemerintah dan BI dapat memikirkan insentif yang dapat mendorong perbankan konvensional untuk mau berbisnis secara syariah.

"Yang harus diberikan insentif bukan bank syariah lagi, tapi perbankan konvensional untuk mendorong mereka mau melakukan transaksi syariah," ujarnya.

Ia menambahkan masyarakat juga harus diberikan insentif untuk menumbuhkan minat tersendiri dan mempengaruhi perilaku secara keseluruhan terhadap sistem perbankan syariah.

"Pajak juga bisa berfungsi sebagai pembentuk perilaku masyarakat, contohnya pemerintah telah memberikan insentif berupa bagi hasil dalam mutual fund bisa dibebaskan dari pajak untuk menghidupkan pasar modal, mengapa bagi hasil di bank syariah tidak bisa dibebaskan dari pajak," ujarnya.

Ia mencontohkan bentuk insentif pajak yang lain adalah dengan mengurangi pajak badan secara proposional dari bank konvensional terhadap besarnya pangsa syariah di bank induk tersebut.

"Jadi bagi bank yang mengembangkan unit usaha syariah bisa diberikan potongan pajak usaha yang berhubungan dengan pertumbuhan anak usaha syariah," ujar Riawan.  (ANT/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011