Tanjungpinang (ANTARA) - Pengamat lingkungan Kherjuli menyatakan lebih dari 30 sungai kecil di Pulau Bintan (Kota Tanjungpinang dan Kabupaten Bintan) telah berubah fungsi karena kepentingan ekonomi dan aktivitas pembangunan.
"Sungai-sungai kecil atau anak sungai kerap dianggap parit sehingga ditutup, berubah fungsi menjadi bangunan, jalan, tempat usaha dan rumah penduduk. Ini sangat kami sayangkan," kata Kherjuli, di Tanjungpinang, Senin.
Presiden LSM Air, Lingkungan dan Manusia itu mengatakan kondisi Pulau Bintan semakin rentan banjir karena tidak ada sungai yang mengalir ke laut. Kondisi itu diperparah dengan pohon bakau yang rusak parah, dan lahan terbuka yang terdapat kubangan usai jadi tambang bauksit dan pasir.
"Kalau drainase yang belum memadai itu bagian kecil dari persoalan banjir, maka sungai-sungai kecil itu persoalan besar, yang potensial menimbulkan banjir," ujarnya.
Baca juga: Dua anak perempuan tenggelam lalu tewas di Waduk Sungai Pulai Bintan
Baca juga: Pemkot Tanjungpinang relokasi 600 KK dari kawasan hutan lindung
Dia meminta pemerintah daerah dan warga untuk mewaspadai potensi curah hujan yang tinggi pada Desember 2021. Berdasarkan hasil analisis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Taanjungpinang. Volume curah hujan diperkirakan naik dari 20-70 persen dengan intensitas curah hujan yang tinggi dan lama.
Dengan kondisi saat ini, upaya antisipasi hanya dapat meminimalisir banjir dan genangan air, pada kawasan tertentu.
Hal yang harus dilakukan seperti memastikan aliran air di drainase tidak tersumbat.
"Saya pikir setiap pemda sudah memetakan lokasi rawan banjir dan genangan air, seperti di Tanjungpinang ada 32 titik. Di lokasi itu harus dipastikan dari hulu ke hilir air hujan mengalir," ucapnya.
Pemerintah daerah diharapkan tidak menganggap sepele persoalan banjir setinggi lutut orang dewasa itu. Banjir setinggi orang dewasa itu membahayakan anak-anak dan ibu hamil, apalagi disertai arus yang kuat.
"Ada sejumlah kasus anak-anak meninggal dunia setelah terbawa arus di drainase yang cukup besar di simpang Jalan Anggrek Merah, contohnya. Ini terjadi saat hujan deras," katanya.
Awal Januari tahun 2021, hujan lebat selama berhari-hari menyebabkan terjadi banjir, dan kerusakan jembatan penghubung jalan di sejumlah kawasan di Bintan. Bahkan sampai saat ini kerusakan jembatan, seperti yang terjadi di kawasan perkebunan kelapa sawit yang dikelola Tirta Madu dapat dilihat.
"Saya pikir kondisi curah hujan yang sama, bahkan lebih parah dapat terjadi. Yang perlu diperhatikan, pemda harus mampu mengendalikan aliran air dari hulu ke hilir sehingga tidak terjadi banjir," tuturnya.*
Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021