Denpasar (ANTARA News) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro meminta agar pembangunan proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (Geothermal) di Bedugul, Tabanan, Bali, diteruskan meski pemanfaatannya secara bertahap. "Pengelolaan dalam memanfaatkan potensi kelistrikan secara bertahap sambil melakukan evaluasi," kata Menteri Purnomo Yusgiantoro kepada wartawan usai menyerahkan 283 Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2006 untuk Bali di Denpasar, Senin. Proyek geothermal Bedugul misalnya, kata Purnomo, memiliki kapasitas 200 megawatt kalau dikembangkan langsung secara keseluruhnya mungkin bisa memberikan pengaruh terhadap lingkungan sekitarnya. Oleh sebab itu kapasitas yang 200 MW itu, dikelola secara bertahap mulai dari 10 MW sehingga tidak akan berpengaruh besar terhadap lingkungan sekitarnya, sambil melakukan evaluasi. "Saya sudah tekankan kepada pengembang, jangan langsung mengelola potensi yang ada secara maksimal sekaligus," ujar Menteri Purnomo Yusgiantoro. Pemerintah tidak sembarangan mengijinkan pemanfaatan pembangkitan listrik panas bumi, namun tetap menghormati masyarakat lingkungan sekitarnya dan hal itu berlaku di seleruh daerah di Indonesia. Purnomo menambahkan, Gubernur Bali, Drs Dewa Beratha telah melaporkan hasil pembahasan tentang proyek geothermal dengan DPRD Bali. Kontrak kerja proyek tesebut sudah ditandatangani cukup lama, namun terhenti karena terjadi krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Namun proyek tersebut kembali digarap setelah kondisi perekonomian membaik, semua persyaratan termasuk analisis mengenai dampak lingkungan telah terpenuhi. Dalam kelanjutan pelaksanaan proyek terjadi pro dan kontra, karena munculnya berbagai kekhawatiran seperti menurunnya air pemukaan pada tiga danau di sekitarnya serta mengganggu situs-situs sejarah yang ada di sekitarnya. "Kalau semua itu dikelola dengan baik, sesuai prinsip-prinsip analisa data lingkungan yang sudah dibahas di situ, saya kira tidak ada masalah," ujar Menteri Purnomo. Perdebatan Penolakan DPRD dan Gubernur Bali terhadap proyek geothermal Bedugul itu, setelah melewati perdebatan panjang dan mengundang reaksi keras dari masyarakat serta pencinta dan pemerhati lingkungan di Pulau Dewata. DPRD Bali akhirnya memutuskan untuk menolak kelanjutan pembangunan proyek geothermal, segala aktivitas dan kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan PLTP dihentikan. Salah satu dari lima point hasil rapat panitia khusus (Pansus) DPRD Bali yang ditetapkan dalam keputusan DPRD Bali No. 7 tahun 2005, yang berlaku sejak 8 September lalu untuk segera ditindaklanjuti oleh Gubernur Bali, Drs Dewa Beratha. Wakil rakyat menolak kelanjutan proyek geothermal dengan dertimbangan mewujudkan fungsi lingkungan hidup yang lestari bagi pembangunan berkelanjutan di Pulau Dewata. Hal itu sesuai kearifan lokal masyarakat Bali yakni filsafat "Tri Hita Karana", yakni hubungan yang serasi dan harmonis sesama umat manusia, lingkungan dan Tuhan. Berbagai hasil kajian baik secara religius, sosiologis, dan politis dari berbagai kalangan, seperti pakar, tokoh masyarakat, akademisi dan LSM, keberadaan proyek geothermal Bedugul dapat menjadi ancaman serius terhadap amblasan lapisan bumi, menurunnya potensi air danau dan rusaknya hutan lindung. Analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) terhadap kelanjutan pembangunan proyek geothermal Bedugul yang dibuat pihak Universitas Udayana juga menunjukkan, pembangunan proyek panas bumi itu lebih banyak negatifnya. Dari 22 hal penting yang direkomendasikan, hanya tiga diantaranya yang memberikan keuntungan dan 19 lainnya dikhawatirkan menimbulkan dampak negatif, empat diantaranya tidak dapat dikelola. Empat dampak negatif yang ditimbulkan proyek panas bumi yang sangat merugikan kehidupan masyarakat Bali antara lain meliputi terjadinya ambleser, menurunnya potensi air danau, air tanah, mata air serta menurunnya keanekaragaman jenis flora (cemara pandak). Hal lain yang tidak kalah penting menurunnya kesakralan kawasan hulu. Sementara manfaat positif hanya berupa tersedianya tenaga listrik dan meningkatkan pendapatan asli daerah Bali. Sedangkan hal yang menguntungkan hanya mampu menyediakan energi listrik dan sedikit meningkatkan pendapatan asli daerah. Pembatalan tersebut, selain lebih banyak ruginya daripada manfaatnya, juga atas dasar lokasinya uamg terletak di kawasan hutan lindung, sekaligus kawasan suci (hulu), dan cagar alam. Proyek geothermal direncanakan pada 1995 dan mulai dibangun tahun 1998. Masa kontrak antara Pertamina dengan Pemerintah Propinsi Bali adalah 30 tahun. Perijinan saat itu diurus di pusat, namun sejak diberlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah, perizinan akan diberikan dari Propinsi Bali. Pihak investor yakni Bali Energy Ltd (BEL), kembali mengajukan izin perambahan hutan seluas 127 hektar. Padahal kawasan hutan yang telah digunakan untuk pengeboran sumur cukup luas. (T.I006/b/I005) 02012006.1430 NNNN

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006