kita memang berbeda, tapi tidak mesti perbedaan harus diselesaikan dengan pertikaian, pertengkaran dan konflik
Jakarta (ANTARA) - Imam Besar Masjid Istiqlal Prof. Dr. Nasaruddin Umar mengajak para guru madrasah dan pesantren menyebarkan Islam yang toleran, memiliki filosofi yang utuh dalam memandang perbedaan sebagaimana contoh dalam Al Quran.
“Saya ingin guru madrasah menjadi contoh bagi guru-guru lain. Bagaimana caranya, dengan mendeklarasikan kepada anak-anak didik kita bahwa sejak semula Al Quran mentolerir perbedaan,” kata Nasaruddin dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Wakil Menteri Agama tahun 2011-2014 itu mengatakan umat Islam wajib meyakini agamanya terbaik, namun jangan sampai melarang orang yang berbeda untuk berkeyakinan sama. Pun, konsep Al Quran dalam beragama sangat jelas yaitu "lakum dinukum waliyadin" artinya untukmu agamamu dan untukku agamaku.
Baca juga: Imam Masjid Istiqlal: Masjid dapat digunakan sosialisasi produk halal
Di sisi lain, Nasaruddin mengatakan agama Islam pada hakikatnya bermakna cinta. Ummul Kitab jika dipadatkan maka intinya adalah Al Fatihah yaitu Allah maha pengasih dan penyayang. Sementara kata Ar Rahman dan Ar Rahim berasal dari satu kata “Rahimah” yang artinya cinta.
Nasaruddin mendorong para guru madrasah dan pesantren agar memberikan wawasan lebih luas kepada peserta didik.
“Jangan sampai kita mendidik anak-anak untuk berpikiran sempit, seolah-olah akan melahirkan pertentangan. Oke kita memang berbeda, tapi tidak mesti perbedaan harus diselesaikan dengan pertikaian, pertengkaran dan konflik,” ujar dia.
Baca juga: Pemerintah-masyarakat Indonesia miliki kesadaran tinggi produk halal
Prof Nasaruddin mengatakan Indonesia bukan negara Islam, namun terkadang jauh lebih Islami dari negara Islam. Dia membandingkan pengalaman hidup di Indonesia dengan negara Islam, Afghanistan, dimana masyarakatnya mengalami kesulitan ekonomi dan ancaman keamanan.
Nasaruddin memberikan ceramah kunci pada Program Internasional Peningkatan Kapasitas Guru Madrasah dan Pesantren untuk Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) yang digelar oleh Masjid Istiqlal dan Institut Leimena, Senin (22/11).
Program LKLB berlangsung pada 22-26 November 2021, diikuti 174 guru madrasah dan pesantren dari mayoritas pulau Jawa dan Sulawesi, serta sebagian kecil dari provinsi Jambi dan Nusa Tenggara Timur.
Baca juga: Imam Istiqlal nilai perlu pendekatan bahasa agama dalam hadapi pandemi
Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, mengatakan program LKLB sangat sejalan dengan visi Masjid Istiqlal untuk mewujudkan lembaga pemberdayaan umat yang menyuarakan moderasi Islam berwawasan Indonesia. Program LKLB sejauh ini telah memasuki kelas ke-6 dengan sejumlah mitra yang berbeda, termasuk Masjid Istiqlal.
“Kami sangat senang dan bangga dapat bekerja sama dengan Masjid Istiqlal, menjadi bagian ‘The New Istiqlal’ yang bersama kepemimpinan visioner Imam Besar Prof Nasaruddin Umar semakin aktif dan inovatif memperbanyak ruang-ruang perjumpaan antar sesama manusia yang berbeda agama dan kepercayaan,” kata Matius.
Hadir pula dalam sesi hari pertama yaitu Kepala Bidang Pendidikan dan Pelatihan Badan Pengelola Masjid Istiqlal (BPMI) Dr. Farid F Saenong, Wakil Kepala Bidang Pendidikan dan Pelatihan BPMI sekaligus Dosen Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia (UI) Dr. Mulawarman Hannase, serta Kepala Sub Direktorat BPMI Moch Taufiqurrahman.
Baca juga: Imam Besar Masjid Istiqlal imbau warga tak ragu divaksin COVID-19
Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021