Jakarta (ANTARA) - Sirkumsisi atau sunat sebagai tindakan medis membuang kulum yang biasanya menutupi glans penis menjadi saran para pakar kesehatan salah satunya untuk menghindarkan seorang anak lelaki terkena berbagai penyakit salah satunya infeksi saluran kemih (ISK).
Data dari Saudi Urological Association mengungkapkan sekitar 30 persen laki-laki di dunia dan 35 persen pria di negara berkembang telah disunat.
Dari sisi metode, kini dikenal berbagam cara dalam tindakan sunat mulai dari konvensional, laser, stapler dan klem dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Namun dari metode yang ada, laser seringkali menjadi menimbulkan masalah. Dokter spesialis bedah umum dari Ikatan Ahli Bedah Indonesia, dr. Asrul Muhadi, Sp.B mengatakan, laser yang sebenarnya memanfaatkan energi cahaya, namun yang justru terjadi energi panas yang digunakan.
Menurut Asrul yang lulusan dari Universitas Hasanuddin itu, penggunakan laser dengan energi panas berbahaya karena uretra atau tempat keluarnya urin maka bisa menyebabkan kecacatan seumur hidup bagi pasien.
"Bisa menyempit dan mengeras, sepanjang hidup tidak bisa diperbaiki. Kalau metode konnvensional bisa dikoreksi. Makanya WHO menyatakan, melakukan (tindakan sunat) harus dilakukan ahli," kata dia dalam sebuah webinar, dikutip Sabtu.
Menurut Badan POM Amerika Serikat (FDA), laser merupakan light amplication by the stimulated emission on radiation. Laser medis yakni alat yang menyimpan energi dari berbagai bentuk baik elektrik, kimia maupun optikal yang dikeluarkan dalam bentuk energi cahaya.
Tetapi ada salah kaprah tentang pemaknaan istilah laser dalam sirkumsisi yang ternyata kauter. Sunat laser tidak menggunakan energi cahaya namun menggunakan energi panas dengan menggunakan alat elektrokauter untuk memotong jaringan, koagulasi dan diseksi.
"Bayangin saja kalau jaringan dipanaskan, langsung hangus, hitam. Seumur hidup orang akan cacat. Penis teramputasi karena sunat panas. Tidak ada laser pada sirkumsisi, yang ada kauter," tutur Asrul.
Pada penggunaan kauter atau sunat laser, arus listrik langsung menuju penis dan jaringan penis. Bila preputium atau kalup penis dipotong dengan kauter, maka dapat terjadi total phallic loss atau gangguan saraf yang parah akibat adanya kontak antara kauter dan clamp.
Terkait laser, dokter spesialis bedah saraf dari Universitas Indonesia, dr. Mahdian Nur Nasution, Sp.BS juga sependapat dengan Asrul. Founder Rumah Sunat dr. Mahdian itu mengatakan, dalam sunat, bukan sinar laser yang dipakai.
Menurut dia, khitan laser menggunakan lempengan logam yang dipanaskan. yang dapat menyebabkan luka bakar, amputasi dan berdampak pada kecacatan pada pasien.
Dibandingkan laser dan lainnya, dia menyarankan metode klem untuk mencegah infeksi silang. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga merekomendasikan klem sebagai solusi sunat modern.
Menurut Mahdian, metode klem menggunakan prinsip seperti penjepit pada tali pusar bayi. Keuntungan metode ini antara lain pasien bisa segera kembali beraktivitas termasuk bepergian tanpa menunggu tiga hari terlebih dulu.
"Dulu harus dijahit sekarang tidak lagi. Dulu tidak boleh pakai celana, tidak bisa mandi 3 hari sekarang sudah bebas, habis sunat bisa jalan-jalan," tutur dia.
Mahdian memperkenalkan sunat menggunakan alat produksi sendiri, bernama Mahdian Klem. Alat ini mulai digunakan pada 2014 setelah mengantongi izin edar dari Kementerian Kesehatan.
Alat klem Mahdian terdiri dari 3 komponen yakni tabung bening sebagai tempat saluran kemih, badan klem dan pengunci. Keunggulan klem ini yakni semua komponen terbuat dari material polikarbonat transparan sehingga bisa terlihat bila ada sisa urin di glans penis, kemudian tersedia sistem pengunci kokoh agar tetap stabil pasien khususnya anak saat beraktivitas.
Mahdian mengatakan, pemakaian alat ini relatif mudah, tanpa jahitan dan risiko perdarahan kecil karena semua pembuluh darah sudah tertutup dengan klem.
"Tidak ada terjadi infeksi karena infeksi terjadi saat luka terbuka, proses sunat 7 menit karena tidak pakai proses jahit, alat ini terjamin sterilitasnya. Pemasangan dan pelepasan cepat karena minimum nyeri," tutur dia.
Baca juga: Meski praktis, sunat laser berisiko cedera hingga luka bakar
Baca juga: Dokter : Sunat laser gunakan energi panas, bukan energi cahaya
Saran disunat dini dan tips usai tindakan
Kepala Komunikasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Indonesia, dr. Reisa Broto Asmoro menyarankan laki-laki bisa disunat dini, antara lain demi menghindari berbagai komplikasi yang muncul termasuk yang paling sering ISK.
Reisa sendiri sudah menyunat anak lelakinya saat masih bayi. Kini, putranya tumbuh dengan baik.
Selain menghindari masalah kesehatan, disunat dini juga mencegah munculnya drama yang bisa berakhir trauma bagi anak.
Kemudian, sebelum tindakan, orang tua perlu memastikan anak dan diri mereka siap secara mental.
Menurut dia, sunat bukan seperti halnya tindakan operasi besar. Pemilihan teknik-teknik yang aman diperlukan sehingga tidak memerlukan persiapan yang berlebihan.
Luka usai sunat perlu rutin dibersihkan, sembari tetap memberikan anak asupan makanan bergizi. Perhatikan juga beberapa jenis obat yang tidak boleh dikonsumsi apalagi bila menggunakan sunat konvensional karena bisa menyebabkan perdarahan untuk jangka waktu lebih lama.
Reisa mengatakan, perawatan usai tindakan sunat juga diperlukan, begitu juga dengan kenyamanan anak. Sebaiknya tanyakan pada dokter, hal-hal apa saja yang perlu dilakukan dalam perawatan usai sunat. sehingga orang tua tidak perlu khawatir lagi saat membersihkan luka anak di rumah.
"Merawat luka butuh perhatian khusus. Saya benar-benar detil memberi obat supaya tidak ada komplikasi. Perhatikan alergi-alergi obat pada anak. Jadi harus tahu cara yang baik, ditemani, cara membersihkan yang benar. Harus tahu kapan dibukanya," tutur Reisa.
Terkait risiko sunat, dr. Reisa mengatakan, meski bermanfaat bagi kesehatan, prosedur sunat tetap memiliki beberapa risiko antara lain perdarahan terutama pada mereka yang memiliki gangguan pembekuan darah, infeksi, gangguan saluran kemih, kulit kulup mungkin terpotong terlalu pendek atau terlalu panjang dan sisa kulup dapat menempel kembali ke ujung penis.
Tetapi sebenarnya hal ini bisa diantisipasi bila metode yang digunakan tepat dan dilakukan di tempat yang seharusnya demi menghindari komplikasi termasuk infeksi setelah tindakan dan luka tak kunjung sembuh.
Reisa menyarankan anak segera dibawa ke dokter atau ke instalasi gawat darurat (IGD) apabila mengalami perdarahan yang sulit berhenti, keluar cairan bernanah atau berbau busuk dari ujung penis, proses buang air kecil (BAK) masih terganggu hingga beberapa minggu setelah disunat. Kondisi lainnya yakni penis masih bengkak 2 minggu setelah disunat dan demam.
Jadi, selain metode yang tepat, kontrol usai dilakukannya tindakan juga penting untuk menghindari dampak atau komplikasi luka sunat, mencegah perdarahan dan infeksi saluran kemih.
Di sisi lain, melakukan kontrol pasca tindakan juga merupakan kewajiban utama dokter sebagai bagian dalam menegakkan etik non maleficence "do no harm" demi menghindarkan pasien dari bahaya.
Baca juga: Dokter Reisa ungkap mitos seputar sunat
Baca juga: Dokter didorong tingkatkan kompentensi lakukan sunat
Baca juga: Anak laki-laki sebaiknya disunat saat bayi
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021