Jakarta (ANTARA) - Divisi Propam Polri melimpahkan laporan pengaduan perkara dugaan kriminalisasi yang menjerat J dan HM oleh penyidik Polda Sumatera Utara ke Biro Pengawas Penyidik (Rowassidik) Bareskrim Polri.
Kuasa hukum J dan HM, Yudha Pranata mengatakan klienya mengajukan permohonan perlindungan hukum terhadap penanganan perkara pidana yang dilakukan oleh penyidik Polda Sumut.
"Propam Polri sudah melimpahkan penanganan penyidikan ke Birowassidik Bareskrim untuk melakukan audit penyidikan oleh Ditreskrimum Polda Sumut," kata Yuda dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Perkara ini bermula dari laporan pengaduan istri salah satu tersangka ke Propam Polri karena ditetapkan tersangka oleh penyidik yang tidak sesuai dengan prosedur dan fakta sebenarnya.
Laporan itu teregister dalam surat nomor: SPSP2/3990/XI/2021, tertanggal 1 November 2021, atas nama pengadu M (istri salah satu tersangka).
Ia menjelaskan, kasus yang menjerat kedua tersangka bermula ketika terjadi pembelian sebidang tanah ruko di Medan Barat, Kota Medan.
Setelah membeli tanah itu, J dan HM mengajukan kepemilikan ke BPN Medan. Ternyata, ada hak guna bangunan (HGB) kepemilikan orang lain atas tanah itu.
Kasus pembelian tanah tersebut akhirnya di proses pengadilan melalui gugatan perdata. Hasil dari putusan kasasi di Mahkamah Agung Nomor: 3654 K/Pdt/2020, tanggal 17 Desember 2020 dimenangkan oleh J dan HM.
Setelah keluar putusan MA, ada tuduhan laporan ke kepolisian bahwa surat keputusan dari Pemprov Sumatra Utara itu palsu. Sehingga J dan HM dilaporkan oleh pihak lawan yang bersengketa masalah kepemilikan ruko.
Tidak hanya itu, setelah ditetapkan tersangka dan ditahan, pihak keluarga melalui kuasa hukum dua kali mengajukan surat permohonan penangguhan penahanan, namun tidak diberikan oleh penyidik.
Bahkan, sambung Yuda, dalam proses permohonan itu, oknum penyidik meminta uang sebesar Rp50 juta sebagai jaminan. Namun, permintaan penangguhan justru tidak pernah dibalas oleh penyidik.
"Pada 12 November 2021 keluarga tersangka akhirnya minta uang Rp50 supaya dikembalikan. Setelah melalui perdebatan penyidik kemudian mengembalikannya," ucap Yuda.
Selain itu, selama J dan HM di tahan, oknum penyidik melakukan pemanggilan sebanyak tiga kali. Inti dari pemanggilan itu ialah untuk menyatakan perdamaian. Jika tidak, kasus yang menimpanya akan dinaikkan ke pengadilan.
"Kami merasa terzalimi dan diintimidasi, dipaksa untuk berdamai," katanya.
Isi dari perdamaian itu ada tiga pilihan, pertama, yang beli objek tersebut. Kedua, pihak lawan yang beli ke kliennya. Dan opsi ketiga, diminta buat perjanjian. Objek itu ditulis dijual, setelah dijual bagi dua.
Atas dugaan kriminalisasi yang dialami kedua kliennya, pihak keluarga berharap mendapatkan keadilan dengan adanya laporan tersebut. Pihak keluarga juga berharap perkara tersebut dapat segera dihentikan.
"Semoga dapat dihentikan melalui audit oleh Birowassidik karena perkara yang menjerat tersangka J dan HM sudah diperiksa di PTUN dan perdata yang dimenangkan klien kami," tutur Yudha.
Terkait persoalan itu, Kepala Divisi Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo mengatakan pihaknya pasti akan menangani kasus dugaan kriminalisasi oleh oknum penyidik Subdit-1/Kamneg Unit 5 Ditreskrimum Polda Sumut.
"Mekanisme dan penanganannya pasti akan dilaksanakan sesuai aturan hukum," ucap Sambo, beberapa waktu lalu.
Sambo juga menyebut perkembangan penanganan laporan akan dilaporkan kepada pelapor. "Pasti akan kami sampaikan," ujar Sambo.
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021