Yogyakarta (ANTARA News) - Rencana pemerintah mematok pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2006 sebesar 6,2 persen dinilai terlalu optimistis, dan asumsi itu kurang realistis, misalnya harga BBM di pasaran internasional dipatok 40 dolar AS per barel, padahal saat ini sudah mencapai 60 dolar AS per barel. Pakar Ekonomi Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof Dr Edy Suandi Hamid M.Ec di Yogyakarta, Senin mengatakan selain itu inflasi dipatok tujuh persen, padahal riil-nya sekarang ini mencapai 18 persen. Ia menilai pesimistis pertumbuhan ekonomi sebesar itu bisa terwujud, bahkan IMF dan Bank Indonesia memprediksikan pertumbuhan ekonomi di bawah itu," ujarnya. "Sangat berat untuk mencapai pertumbuhhan ekonomi sebesar itu. Masalahnya terkait dengan fiskal anggaran, apalagi anggaran kita sangat kontraktif sekali." ujarnya. Pajak dipatok tinggi sekali, naik sekitar 15 persen, juga pembayaran utang luar negeri cukup besar hampir Rp100 triliun, berarti aya dorong fiskal untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi sangat kecil. Karena itu, katanya, perlu dicari upaya agar daya dorongnya besar, yakni dengan mencermati dulu pola pengeluaran anggaran di saat anggaran negara in banyak yang tidak efesien, misalnya masih banyak "mark up". Ini yang harus dibenahi. "Jika hal itu bisa dibenahi, maka pertumbuhan ekonomi sebesar itu dimungkinkan bisa terwujud, tetapi semuanya harus dengan kerja keras dan sulit dilakukan dalam jangka pendek, setahun hingga dua tahun," ujarnya. Menyinggung kondisi sektor riil terutama UMKM (Usaha Menengah Kecil dan Mikro), dia mengatakan kondisi ekonomi 2006 nanti mash mendapat imbas kenaikan harga BBM. "Sehingga untuk pemulihan di sektor industri juga berat, karena harga- harga masih naik dan daya beli masyarakat menurun. Untuk itu perlu ada intervensi pemerintah terhadap UMKM agar mereka tidak terpukul dua kali oleh situasi ekonomi seperti ini", katanya. . Menurut dia, UMKM yang berkembang lambat akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja, padahal target pemerintah sekarang akan menurunkan pengangguran. "Kenyataanya jumlah pengagguran pada tahun 2005 meningkat," tambahnya. Kalau ingin meningkat daya saing UMKM, maka yang diperlukan adalah modal dan pelatihan serta pemberdayaan pelaku UMKM, artinya mereka harus didukung untuk bermitra dengan usaha besar. (*)
Copyright © ANTARA 2006