Lembut, tidak ada seratnya, dan rasanya gurih
Bojonegoro (ANTARA News) Silakan datang ke Kelurahan Mojokampung, Kecamatan Kota, Bojonegoro, Jatim. Ada rica-rica dari daging luwak, rase, regul, biawak, bahkan juga kucing hutan.
Daging berbagai binatang itu konon lebih enak dibandingkan kambing atau sapi. "Lembut, tidak ada seratnya, dan rasanya gurih," ucap Heri (29) didampingi Yayak (30).
Mereka dan dua teman lainnya pada hari Minggu baru saja pulang saja berburu berbagai macam binatang tersebut, di sejumlah desa di Kecamatan Balen. Hasil dari berburu itu adalah tiga regul, dua garangan dan satu rase.
"Kami rutin sepekan sekali berburu berbagai macam binatang yang termasuk hama bagi masyarakat itu," kata Yayak (30) di kediamannya.
Beramai-ramai binatang hasil buruan itu, dikuliti dan diambil dagingnya, untuk dimasak rica-rica, sebagian lainnya digoreng. Sebagaimana diungkapkan Heri, pekerjaan berburu berbagai macam binatang itu, sudah dilakukan pemuda di kampungnya, sejak setahun yang lalu.
Ide berburu itu, diperoleh ketika di sebuah desa, melihat seorang warga dengan anjing kecilnya bisa memperoleh binatang luwak. Melihat itu, lanjutnya, kebiasaan mereka yang sebelumnya berburu burung di berbagai kawasan di Bojonegoro, beralih berburu berbagai macam binatang itu.
"Dan lagi, berburu burung sekarang sulit, semakin langka," ucapnya.
Tiga Ekor Anjing
Heri mengatakan, dalam berburu mereka membawa tiga ekor anjing yang sebelumnya sudah dilatih untuk mengenali binatang yang diburu. Selain itu, dalam berburu mereka membawa sedikitnya 10 pemuda di kampung setempat sekaligus membawa senjata senapan angin.
Selama setahun berburu, katanya, di lokasi yang menjadi ajang perburuan, di antaranya di Kecamatan Kanor, Sugihwaras, Balen, dan Baureno, selalu mendapatkan sambutan positif warga setempat. Alasannya, berbagai macam binatang tersebut, tergolong binatang yang sering merugikan masyarakat.
Seperti luwak dan rase, dikenal suka makan ayam, sedangkan regul paling suka makan berbagai macam ikan ditambak. Karena itu, dalam berburu mereka memilih lokasi di sekitar perkampungan warga yang memiliki semak-semak, juga banyak tumbuh pohon bambu.
Di semak-semak atau di pohon bambu itu, anjing dengan mudah mampu mendeteksi keberadaan binatang itu. Menurut Heri, binatang garangan kebiasaannya berada di pohon bambu. Ketika di atas diusahakan disuruh turun dengan cara ditembak atau dengan cara lainnya dan ketika jatuh langsung dikejar anjing.
"Anjing paham binatang tersebut musuhnya, mungkin karena sudah naluri," jelasnya.
Seperti dituturkan Yayak, mereka biasa berburu berangkat pagi hari, pulang sore hari dan selalu membawa hasil buruan antara tujuh sampai 20 ekor berbagai macam binatang itu. Hanya saja, selama ini binatang buruan itu, masih sebatas dimasak dan dimakan sendiri oleh para pemuda setempat.
"Ada ide dijual, namun teman-teman melarang, sebab dimakan sendiri saja masih kurang," jelas Yayak.
Selama ini, katanya, hampir semua warga di kampungnya menyukai masakan rica-rica berbagai macam binatang buruan tersebut, termasuk yang digoreng."Ada kalau yang makan nanti 20 orang lebih, kalau mau coba silakan datang mencicipi," kata Yayak menawarkan.
Baik Heri maupun Yayak menyatakan, berbagai macam binatang buruan mereka itu, mulai garangan, luwak, regul, rase, biawak, juga kucing hutan, populasinya masih cukup banyak."Yang penting binatang yang kami buru ini tergolong binatang hama yang merugikan masyarakat," kata Yayak.
(KR-SAS/M020)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011
Bagaimana kalau otak semua Masyarakatnya begini.
Cagar alam sudah punah dan rusak begini masih diperparah.
Tak ada binatang alam yg di sebut hama,kecuali Tikus.
Tikus pun kalau di babat sampai habis ular harus makan apa...? makan manusia...?
Hutan rusak,cagar alam rusak,lingkungan tercemar,manusia bagaimana akan bisa Survival hidup...????
Semua WNI pikir pakai OTAK !!!
Memangnya Daging sapi / kerbau / kambing,Ayam / ikan dsb sudah nggak ada.........?????