Jakarta (ANTARA) - Sebenarnya sudah banyak turnamen kelas dunia digelar di Indonesia, termasuk tentunya bulu tangkis, namun yang terjadi belakangan tahun ini sungguh menarik.

Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang misalnya. Walaupun bukan yang pertama diadakan di Indonesia karena pada 1962 event serupa pernah digelar di Jakarta, perhelatan olah raga se-Asia tiga tahun silam itu adalah tonggak untuk semakin diliriknya Indonesia oleh penyelenggara event olah raga global.

Jakarta 1962 dan Jakarta-Palembang 2018 juga memiliki kemiripan, yakni sama-sama melukiskan meningkatnya signifikansi Indonesia dalam peta politik dan ekonomi dunia.

Asian Games 1962 diadakan tatkala Indonesia menjadi kekuatan dunia baru yang mempelopori prakarsa-prakarsa global seperti Gerakan Non Blok sebelum Asian Games edisi itu digelar yang beresonansi kepada perhelatan olah raga.

Era itu Indonesia menjadi salah satu pemimpin penting dalam konstelasi politik dunia ketika tata politik global hanya dibedakan dari Blok Barat pimpinan AS dan Blok Timur pimpinan Uni Soviet.

Sedangkan Asian Games 2018 bisa disebut sebagai salah satu bentuk pengakuan dunia atas kemajuan yang dicapai Indonesia terutama dalam pencapaian ekonomi yang membuat Indonesia semakin penting dalam konstelasi ekonomi-politik dunia sampai kemudian menjadi negara yang menganggotai Kelompok-20 atau G20.

Ketika didirikan pada 1999, G20 memang hanya forum konsultasi para menteri keuangan dan gubernur bank sentral 20 negara, tetapi sejak 2008 signifikansi forum ini meningkat menjadi forum yang tak kalah pentingnya dari G7 atau G8, bahkan semakin penting saja.

Tentu saja bukan hanya G20 karena ada banyak faktor yang membuat dunia percaya Indonesia mampu menuanrumahi event-event global yang meniscayakan gabungan antara infrastruktur berstandar internasional yang layak, kemampuan finansial yang kuat, profesionalitas olah raga, dan stabilitas nasional yang menghadirkan jaminan keamanan yang kuat untuk setiap perhelatan yang digelar.

Asian Games 2018 telah membuka mata dunia bahwa Indonesia adalah tempat nyaman untuk menggelar event-event olah raga besar nan bergengsi, tidak cuma bulu tangkis atau segelintir cabang lainnya yang selama ini menjadi primadona olah raga Indonesia.

Baca juga: Kilau energi Asia memancar dari GBK

Pesta kembang api menyemarakkan Upacara Pembukaan Asian Games ke-18 Tahun 2018, di Stadion Utama GBK, Senayan, Jakarta, Sabtu (18/8/2018). (INASGOC/Akbar Nugroho Gumay) (INASGOC/Akbar Nugroho Gumay/)

Kenyataannya setelah Asian Games 2018, Indonesia semakin sibuk dengan agenda-agenda olah raga regional dan global walau pandemi membuat hampir semua ajang diadakan dalam atmosfer minim penonton tidak seperti terjadi sebelum pandemi.

Di antara agenda besar yang bisa disebut adalah Grand Prix Formula E yang bakal menjadi panggung untuk era dunia yang tengah berubah yang peduli kepada isu paling menarik di dunia saat ini, yakni lingkungan dan pemanasan global.

Formula E menjadi simbol dan salah satu cara manusia merayakan era di mana energi terbarukan dan ramah lingkungan menjadi semangat bersama dunia.

Event ini juga berkaitan dengan pergeseran paradigma dalam industri, khususnya otomotif, yang selama ini sangat tergantung kepada energi fosil padahal energi jenis ini berkontribusi besar kepada pemanasan global yang membuat dunia menjadi kurang nyaman untuk ditinggali karena bencana semakin dahsyat dan semakin sering, sementara cuaca berubah menjadi lebih menyengsarakan manusia dan bahkan memicu konflik.

Tapi Formula E belumlah digelar, hanya soal waktu ajang ini akhirnya diadakan di Indonesia. Pun dengan Piala Dunia FIFA U-20 yang semestinya diadakan tahun ini namun batal akibat pandemi COVID-19 untuk kemudian mundur ke 2023.

Baca juga: FIFA batalkan Piala Dunia U-20 2021 di Indonesia


Indonesia bisa

Fakta FIFA tetap memilih Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 menggambarkan adanya kepercayaan tinggi dari badan pengelola cabang olah raga paling populer dan paling banyak digemari serta paling luas ditonton di seluruh dunia tersebut, kepada Indonesia.

Memang cuma U-20, tetapi baru kali ini dalam sejarah FIFA yang sudah berdiri sejak 117 tahun silam dan sejak 101 tahun lalu rutin menyelenggarakan turnamen akbar kedua terbesar setelah Olimpiade Musim Panas, Indonesia dipercaya sebagai tuan rumah sebuah turnamen FIFA.

Tetapi sudah pasti di antara itu semua, adalah kejuaraan dunia World Superbike yang belum lama ini diadakan di sirkuit Mandlika, Nusa Tenggara Barat, dan dijuarai Toprak Razgatlioglu, yang paling menarik dan paling nyata untuk disoroti.

Dan setelah World Superbike, balapan jauh bergengsi lainnya, yakni MotoGP, segera menyusul tahun depan. MotoGP adalah salah satu ajang olah raga terpopuler sejagat yang pada 2019 disaksikan oleh sekitar 400 juta pemirsa di seluruh dunia.

Olah raga global sejati ini populer di kalangan kaum muda masa kini yang serba digital. Indikatornya terlihat dari keterkaitan atau engagement generasi ini dengan kanal sosial MotoGP yang terus membesar melebih yang bisa digapai Formula 1.

Sampai 25 November 2021, follower Instagram MotoGP mencapai 11,8 juta, Twitter 2,9 juta, Facebook 17 juta, dan YouTube 4,55 juta subscriber. Pemirsa MotoGP pada berbagai platform di seluruh dunia mencapai lebih dari satu miliar.

Dorna Sports yang memegang hak komersial MotoGP bahkan membuat balapan ini semakin menarik ditonton setelah menempatkan 360 kamera video termasuk dalam wahana balap yang membuat stasiun penyiaran di seluruh dunia berlomba menayangkannya.

Baca juga: Luhut: Sirkuit Mandalika akan dibuat lebih bagus untuk MotoGP

Sejumlah pembalap memacu motornya saat race 2 WorldSBK seri Indonesia 2021 di Pertamina Mandalika International Street Circuit, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Minggu (21/11/2021). Dalam race 2 tersebut pembalap tim Kawasaki Racing WorldSBK Jonathan Rea keluar sebagai juara pertama diikuti pembalap tim Aruba.it Racing - Ducati Scott Redding kemudian pembalap tim BMW MOTORRAD Michael Van Der Mark. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/pras.

Dari sudut bisnis, MotoGP lebih seksi ketimbang Formula 1 sampai-sampai Sirkuit Sepang di Malaysia meninggalkan F1 demi beralih kepada MotoGP, apalagi jumlah penonton F1 terus menyusut ketika penonton MotoGP malah semakin besar.

Yang tak bisa dikesampingkan dan juga salah satu yang selalu melekat dengan ajang olah raga kelas dunia seperti MotoGP adalah sponsor dan brand global yang digunakan atlet atau terlibat dalam ajang itu.

Dalam perspektif ini, ada fenomena unik di mana penggemar MotoGP, pebalap dan wahana yang dipakai pebalap bertemali erat satu sama lain sampai kemudian menciptakan pasar ekonomi yang besar, paling tidak secara potensial . Hal sama terjadi pada cabang olah raga lainnya, termasuk bulu tangkis.

Kenyataannya dewasa ini, menyelenggarakan event besar seperti MotoGP bukan semata soal olah raga, tetapi juga tentang mengelola kemanfaatan event olah raga untuk sektor-sektor lain seperti bisnis, pariwisata dan budaya, bahkan bagi promosi untuk stabilitas politik dan ekonomi nasional.

Event olah raga juga bertautan dengan berkembangnya gaya hidup positif dan sehat yang biasanya mengikuti event olahraga, entah itu balap sepeda, bulu tangkis, tenis, sepak bola, bola voli, basket, lari, renang, dan lainnya.

Pada akhirnya atmosfer ini bisa memberikan ruang lapang kepada Indonesia guna mengembangkan olahraga prestasi dengan menjadi mudahnya menemukan talenta-talenta besar dan kompetitif.

Jika sudah begini, hanya soal waktu bagi Indonesia untuk akhirnya bisa menggelar Olimpiade, bahkan Piala Dunia FIFA. Tak ada yang mustahil. Indonesia bisa.

Baca juga: Indonesia bidik Olimpiade 2036 usai gagal jadi tuan rumah 2032

Copyright © ANTARA 2021