"Saya minta tidak ada siswa DO (drop out) hanya karena tidak mampu membayar SP3. Saya minta mereka yang tidak mampu dibantu dengan beasiswa."
Surabaya (ANTARA News) - Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas), Mohammad Nuh, menyerahkan sepenuhnya masalah Sumbangan Peningkatan dan Pengembangan Pendidikan (SP3) kepada rektor pada setiap universitas, baik besaran SP3 maupun rencana kenaikannya atau tidak.
"Soal SP3 itu saya berikan sepenuhnya kepada kebijakan universitas yang bersangkutan. Yang penting, saya minta tidak ada siswa DO (drop out) hanya karena tidak mampu membayar SP3. Saya minta mereka yang tidak mampu dibantu dengan beasiswa," katanya di Surabaya, Sabtu.
Ia mengemukakan hal itu setelah berdialog dengan 400-an mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya penerima Bidik Misi tahun 2011 di Grha ITS Surabaya. Nuh, yang mantan Rektor ITS, kemudian langsung mengecek distribusi soal ujian nasional (UN) di Kepolisian Sektor (Polsek) Gubeng, Surabaya.
Dalam beberapa pekan terakhir, mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) Surabaya memprotes rektorat terkait kenaikan Sumbangan Peningkatan dan Pengembangan Pendidikan (SP3) antara 30 persen hingga 100 persen untuk jalur mandiri/PMDK Umum.
Selain itu, besaran SP3 untuk jalur SNMPTN juga berkisar antara Rp2,5 juta sampai Rp15 juta, namun protes itu hingga kini belum mendapatkan respons dari Rektor Unair Prof Fasich. "Lain kali saja," kata Fasich di sela-sela kunjungan kerja Menter Kesehatan (Menkes) ke RSPT Unair.
Secara terpisah, Kepala hubungan masyarakat (Humas) dan Protokoler Rektorat Unair Dr Mangestuti Agil Apt kepada ANTARA menegaskan bahwa kenaikan SP3 itu belum ada, karena SP3 masih sedang digodok/dibahas di tingkat fakultas.
"Untuk selanjutnya akan dibawa ke tingkat universitas, lalu dibahas kembali sebelum diputuskan, tapi pembahasan akan selesai sebelum masa pendaftaran mahasiswa baru tahun 2011 dimulai," katanya.
Ia mengakui ketentuan SP3 dan SPP yang baru nanti itu hanya berlaku bagi mahasiswa baru dan bukan mahasiswa lama.
"Perubahan tarif itu pun dilakukan dengan mempertimbangkan banyak hal, terutama inflasi terkait harga kebutuhan proses belajar yang terus meningkat," katanya.
Sementara itu, Rektor baru ITS Surabaya Prof Ir Triyogi Yuwono DEA ketika dikonfirmasi rencana kenaikan sumbangan penyelenggaran pendidikan (SPP) setiap semester mengakui kenaikan SPP untuk mahasiswa baru dilakukan untuk mengatasi defisit.
"Dengan skema lama yakni SPP Rp1,5 juta per semester, kita akan defisit Rp14 miliar, tapi dengan skema baru yakni SPP Rp1,8 juta, kita hanya defisit Rp8 miliar," katanya.
Menurut Guru Besar Fakultas Teknis Industri (FTI) ITS itu, kenaikan SPP itu sendiri hanya diberlakukan untuk mahasiswa baru, sedangkan SPP mahasiswa lama tidak naik.
"Tapi, saya siap berdialog dengan mahasiswa, karena mereka juga anak-anak saya. Perlu diketahui, kontribusi masyarakat melalui SPP mahasiswa itu hanya 25-30 persen dari anggaran keseluruhan ITS," katanya.
Ia menyatakan ada yang lebih penting daripada pembahasan kenaikan SPP yang kadangkala hanya menyesuaikan dengan laju inflasi itu yakni keberpihakan ITS kepada mahasiswa miskin.
"SPP naik atau tidak, kami akan tetap berkomitmen untuk menjamin kuota sebesar 20 persen bagi mahasiswa miskin untuk bisa kuliah di ITS, karena kami yakni pendidikan itu merupakan cara untuk memutus mata rantai kemiskinan," katanya. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011