Jakarta (ANTARA) - Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) meminta agar pemerintah mengeluarkan aturan mengenai standar upah minimum nasional bagi guru non-ASN.
"Urgensi Perpres ini untuk melindungi dan menjamin kesejahteraan guru non-ASN, guru honorer termasuk guru sekolah/madrasah swasta. Meskipun sudah ada guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) bagian dari ASN, belum mengakomodasi guru honorer yang jumlahnya hampir 1,5 juta orang," ujar Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, di Jakarta, Rabu.
Seleksi guru PPPK, lanjutnya, baru menampung 173.000 guru honorer dari formasi yang dibuka 506 ribu secara nasional.
Satriwan menjelaskan fakta di lapangan upah guru honorer dan guru sekolah/madrasah swasta menengah ke bawah sangat rendah, jauh di bawah UMP/UMK buruh.
Baca juga: P2G dorong Kemendikbudristek tambah formasi seleksi guru PPPK
Berdasarkan laporan jaringan P2G di daerah, misalnya UMK Buruh di Kabupaten Karawang Rp4,7 juta, upah guru honorer SD Negeri di sana hanya Rp1,2 juta. Begitu juga UMP/UMK Sumatera Barat Rp2,4 juta/bulan, upah guru honorer jenjang SD negeri di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kabupaten Tanah Datar hanya Rp500.000 hingga Rp800.000 per bulan.
Nasib miris guru honorer dan guru sekolah/madrasah swasta pinggiran, karena upahnya kalah jauh dari buruh. Regulasi upah layak bagi guru penting demi penghormatan profesi, sehingga profesi guru punya harkat dan martabat, selain itu juga mendorong anak-anak bangsa yang unggul dan berprestasi mau dan berminat menjadi guru.
"Kenyataannya profesi guru tak dihargai, tak bermartabat, karena upahnya tidak manusiawi. Upah guru honorer selama ini sudah melanggar UU Guru dan Dosen serta aturan UNESCO dan ILO. Guru honorer minim apresiasi dan proteksi dari negara. Jadi itulah alasan urgensi dibuatnya Perpres," tambah Satriwan.
Selain itu, P2G meminta agar pemerintah berkoordinasi, sinergi dibutuhkan agar mendorong pemda menambah jumlah formasi guru PPPK. Sedapat mungkin disesuaikan angka kebutuhan riil di daerah agar dapat mengakomodasi semua guru honorer.
"Sebagai evaluasi, P2G menilai Mendikbudristek gagal meyakinkan pemda mengusulkan formasi guru PPPK secara maksimal. Pemda ternyata hanya mengajukan 506.252 formasi pada 2021, itu pun yang lulus 173.329 saja. Padahal, janji Mas Nadiem menyediakan 1.002.616 formasi. Capaian masih jauh dari target," terang Satriwan.
P2G meminta pemerintah pusat merekalkulasi dan membuat peta jalan guru honorer lulus PPPK. Bagaimana penempatan dan lama kontrak berdasarkan SK pemda, termasuk jenjang pembinaan dan pengembangan karir. Sebab, keberadaan guru PPPK berpotensi menggeser keberadaan guru honorer lain yang ada di sekolah tersebut. Guru honorer lain bisa terbuang, tentu menjadi masalah baru.
Ia mengatakan termasuk seleksi guru PPPK tahap II dan III, yang dibuka bagi guru swasta dan umum. Diperlukan regulasi khusus, apakah guru swasta lolos PPPK akan ditempatkan di sekolah swasta atau negeri? Karena, keduanya punya konsekuensi.
Baca juga: Perlu sinergi agar distribusi guru merata
Baca juga: PGRI minta pemerintah merevisi aturan rekrutmen guru PPPK
Mengajar di sekolah swasta akan berdampak terhadap penghasilan ganda, dari negara sebagai ASN sekaligus dari yayasan swasta. Tentu menimbulkan kecemburuan sosial bagi guru swasta non-PPPK maupun guru PPPK sekolah negeri.
Sebaliknya, jika guru PPPK dari sekolah swasta mengajar di sekolah negeri, keberadaan mereka akan menggeser guru honorer lain yang tak lulus PPPK. Menjadi ketidakadilan baru bagi guru honorer lain. Ada potensi besar terjadinya konflik horisontal sesama guru di masyarakat.
Satriwan mengungkapkan seleksi PPPK tahap II dan III mendorong guru sekolah swasta pinggiran menjadi ASN PPPK. Jika motivasi menjadi PPPK makin besar, patut dikhawatirkan migrasi besar-besaran guru swasta.
Kemdikbudristek, Kemenag, dan pemda perlu melakukan pemetaan secara komprehensif sebagai langkah antisipatif, dampak kekurangan guru sekolah swasta nanti. Inilah alasan mendesak dibuatnya regulasi khusus Pengelolaan Guru PPPK.
Selain itu, P2G mendorong Kemendikbudristek dan Kemenag membuat rancangan sistem tata kelola guru dan perlu adanya pelatihan guru yang tak efektif berakibat learning loss.
Pewarta: Indriani
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021