Secara rata-rata konsumsi BBM akan terus naik, ini yang akan kita siasati bagaimana pemanfaatan kendaraan listrik untuk mengendalikan konsumsi BBM dan menekan emisi karbon. Apalagi Indonesia sudah komitmen dalam Paris Agreement untuk mengurangi emisi
Jakarta (ANTARA) - Peningkatan porsi energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen dalam bauran energi nasional tidak serta merta akan menghapus peran energi fosil, bahkan energi fosil masih akan tetap menjadi kekayaan dan urat nadi perekonomian nasional.
Penegasan tersebut diungkapkan Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto saat berbicara dalam Joint Convention Bandung 2021 yang digelar secara virtual.
Menurut Sugeng, energi fosil akan tetap dimanfaatkan secara optimal dengan meningkatkan target produksi minyak hingga satu juta barel per day (bopd) dan gas 12 ribu MMsfcd pada 2030.
“Secara rata-rata konsumsi BBM akan terus naik, ini yang akan kita siasati bagaimana pemanfaatan kendaraan listrik untuk mengendalikan konsumsi BBM dan menekan emisi karbon. Apalagi Indonesia sudah komitmen dalam Paris Agreement untuk mengurangi emisi karbon,” kata Sugeng dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
JCB 2021 digelar secara virtual oleh empat asosiasi profesi di lingkungan ESDM yaitu Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI), Ikatan Ahli Fasilitas Produksi Minyak dan Gas Bumi Indonesia (IAFMI) dan Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) pada 23-25 November 2021. JCB 2021 mengusung tema “Aliansi Strategis Dalam Rangka Percepatan Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Mitigasi Kebencanaan untuk Ketahanan Nasional.”
Pembicara lain Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengatakan berdasarkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), porsi bauran energi migas semakin menurun, namun kebutuhan pasokan migas secara volume masih akan berperan dalam transisi energi menuju net zero emission.
Untuk itu, pemerintah telah menyiapkan peta jalan transisi energi menuju karbon netral dengan beberapa strategi, antara lain meningkatkan EBT, mengurangi energi fosil, meningkatkan energi listrik untuk transportasi, rumah tangga, industri serta carbon capture storage.
“Skenario net zero emission tetap mengacu kepada kebijakan energi nasional yaitu memprioritaskan kemandirian dan ketahanan energi,” kata Tutuka.
Menurut Tutuka, produksi minyak nasional saat ini belum mencapai target, sedangkan gas bumi sudah melebihi target. Namun pemerintah tetap optimistis untuk meningkatkan produksi migas dengan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih masif.
“BUMN, dan Pertamina perlu didorong untuk mencapai target. Pertama dengan mempertahankan produksi lapangan eksisting, dan menjaga produksi lapangan alih kelola,” kata dia.
Pemerintah juga mendorong Pertamina dan KKKS lainnya untuk melakukan kerja sama strategis dengan pihak lain yang mempunyai pengalaman lebih kuat. “Pemerintah mendorong kegiatan akuisisi dan peningkatan kualitas data migas,” kata Tutuka.
Tutuka mengatakan gas bumi merupakan andalan dalam masa menuju transisi energi. Untuk itu, pemerintah akan mendorong pengembangan pasar baru gas untuk mengoptimalkan pengembangannya, dengan pengembangan infrastruktur hulu. Serta terus mengembangkan industri hilir untuk meningkatkan demand gas.
“Pertamina memainkan peran penting menuju transisi energi. Kami support strategi Pertamina. Selain peningkatan produksi migas juga kapasitas dan kompleksitas kilang, pengembangan bioenergi, panas bumi, dan hidrogen EBT,” katanya.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, saat memberikan sambutan pembukaan mengatakan JCB 2021 diharapkan mampu menciptakan sinergi, sehingga bisa memberi kontribusi maksimal dalam meningkatkan cadangan migas nasional dan menciptakan multiplier effect untuk kepentingan bangsa dan negara.
Menurut Dwi, dalam upaya mengembangkan potensi hulu migas telah dicanangkan target satu juta bopd dan 12 ribu MMscfd gas pada 2030. Untuk itu, sejak 2020 industri hulu migas sudah meluncurkan rencana strategis melalui IOG 4.0.
“Kami mengharapkan para ahli dari asosiasi keilmuan dapat melakukan upaya peningkatan produksi cadangan antara lain melalui aliansi strategis. Kami juga meminta KKKS melakukan skrining potensi sumur dan lapangan yang dapat dikembangkan dengan kerja sama aliansi strategis,” kata Dwi.
Sementara itu, Ketua Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) John H. Simamora mengatakan tanpa peran pemerintah, target produksi minyak satu juta BOPD dan 12 BSCFD pada 2030 tidak akan tercapai. Untuk mencapai target tersebut kuncinya adalah kegiatan yang masif dan agresif.
“Saat ini gas resources masih berlimpah, yang perlu diselesaikan pada bottleneck-nya, yaitu pembangunan infrastruktur,” kata John.
Baca juga: Menteri ESDM: Kesempatan investasi EBT terbuka luas di Indonesia
Baca juga: Anggota DPR: Penerimaan pajak karbon perlu dialokasikan untuk EBT
Baca juga: ESDM: 25 persen dari target EBT bersumber dari bahan bakar nabati
Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021