Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu, memanggil 12 saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait dengan pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, pada tahun anggaran 2021—2022.
"Hari ini pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi terkait dengan pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalsel pada tahun 2021—2022 untuk tersangka AW (Abdul Wahid/Bupati Hulu Sungai Utara). Pemeriksaan dilakukan di Polres Hulu Sungai Utara," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Dua belas saksi yang dipanggil, yaitu Sulaiman selaku kontraktor/pemilik CV Berkat Mulia, Dewi Septiani selaku Kasubag Kepegawaian RSUD Pambalah, Ratna Dewi Yanti selaku Konsultan Pengawas Rehabilitasi Jaringan Irigrasi DIR Banjang Desa Karias Dalam Kacamatan Banjang, mantan Plt Kepala BKPP Kabupaten Hulu Sungai Utara Heru Wahyuni, dan Dewi Yunianti selaku Dokter RSUD Pambalah Amuntai.
Berikutnya, Yuli Hertawan dari Dinas Pertanian, Handi Rizali dari inspektorat, Muhammad Yusri dari BKD, Muhammad Rafiq dari Dinas Perindagkop, Jumadi dari Satpol PP, Danu Fotohena dari Dinas Kesehatan, dan Wahyu Dani selaku penanggung jawab PT Haida Sari, PT Sarana Bina Bersama, PT Harapan Cipta, CV Analisis, dan CV Ferina.
KPK telah menetapkan Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi.
Penetapan Abdul Wahid sebagai tersangka merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat Maliki (MK) selaku Plt. Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Hulu Sungai Utara, Marhaini (MRH) dari pihak swasta/Direktur CV Hanamas, dan Fachriadi (FH) dari pihak swasta/Direktur CV Kalpataru.
KPK menduga pemberian komitmen bagian yang diduga diterima Abdul Wahid melalui Maliki, yaitu dari Marhaini dan Fachriadi dengan jumlah sekitar Rp500 juta.
Selain melalui perantaraan Maliki, Abdul Wahid juga diduga menerima komitmen bagian dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara, yaitu pada tahun 2019 sekitar Rp4,6 miliar, pada tahun 2020 sekitar Rp12 miliar, dan pada tahun 2021 sekitar Rp1,8 miliar.
Selain itu, selama penyidikan berlangsung, tim penyidik telah mengamankan sejumlah uang dalam bentuk tunai dengan pecahan mata uang rupiah dan juga mata uang asing yang hingga saat ini masih terus dilakukan penghitungan jumlahnya.
Atas perbuatannya, Abdul Wahid disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 KUHP jo. Pasal 65 KUHP.
Baca juga: KPK konfirmasi 16 saksi aliran dana kasus Bupati Hulu Sungai Utara
Baca juga: KPK amankan uang dan dokumen saat geledah rumah Sekda HSU
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021