Damaskus (ANTARA News) - Penembak gelap membunuh seorang prajurit dan mencederai seorang lagi di kota bergolak Suriah, Banias, Kamis, kata kantor berita SANA, sehari setelah kesepakatan dicapai bagi militer untuk memulihkan ketertiban di sana.
Pembunuhan itu dilakukan hampir sebulan setelah meletusnya protes luas di negara itu untuk menuntut kebebasan lebih besar, reformasi politik dan pencabutan undang-udang darurat.
Peristiwa itu juga terjadi di tengah klaim-klaim bahwa beberapa orang yang dibebaskan setelah ditahan di Banias disiksa oleh aparat.
"Sekelompok penembak gelap melepaskan tembakan ke arah para prajurit ketika mereka sedang berpatroli di Banias," kata SANA.
"Satu prajurit tewas dan satu lagi cedera akibat tindakan geng kriminal ini," tambah kantor berita itu, tanpa mengidentifikasi penyerang.
Sebelumnya Kamis, aktivis hak asasi manusia Suriah yang berkantor di London, Rami Abdel Rahman, mengatakan, ada kesepakatan Rabu antara para pejabat Suriah dan penduduk kota itu bahwa militer memasuki Banias untuk memulihkan ketertiban.
"Agen-agen keamanan tidak akan melakukan penangkapan dalam berpatroli di daerah-daerah sekitarnya dan ratusan orang yang ditangkap di Banias akan dibebaskan," kata Abdel Rahman, ketua Obervatorium Hak Asasi Manusia Suriah (SOHR), kepada AFP melalui telefon.
"Unsur-unsur kelompok bersenjata", yang beberapa diantaranya disebutnya dekat dengan badan keamanan dan intelijen dan "telah menimbulkan kerusuhan untuk menyulut pertikaian akan diadili", katanya.
"Aparat keamanan yang gagal menghentikan kerusuhan dan membawa Banias ke ambang perang kepercayaan juga akan diadili," kata Abdel Rahman.
Banias adalah kota pelabuhan Laut Tengah yang menjadi tempat tinggal penduduk Muslim Sunni dan Alawite serta Kristen.
Suriah sejak pertengahan Maret dilanda protes yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang menuntut reformasi besar-besaran di negara yang dikuasai Partai Baath selama hampir 50 tahun itu.
Puluhan orang secara resmi dinyatakan tewas dalam lingkaran kekerasan itu.
Namun, sejumlah aktivis mengatakan, lebih dari 200 orang tewas dalam kekerasan itu -- 100 orang tewas dalam protes di Daraa, kota suku wilayah selatan yang menjadi simbol penentangan para pemrotes.
Pemerintah mengumumkan serangkaian langkah reformasi dalam upaya menenangkan pemrotes, termasuk pembebasan tahanan dan rencana membuat undang-undang baru mengenai media dan perizinan bagi partai politik.
Suriah juga memutuskan akan mencabut undang-undang darurat, yang disusun pada Desember 1962 dan diberlakukan sejak Partai Baath berkuasa pada Maret 1963.
Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Suriah, terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun.
Buntut dari demonstrasi mematikan selama lebih dari dua pekan di Mesir, Presiden Hosni Mubarak mengundurkan diri Jumat (11/2) setelah berkuasa 30 tahun dan menyerahkan kekuasaan kepada Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata, sebuah badan yang mencakup sekitar 20 jendral yang sebagian besar tidak dikenal umum sebelum pemberontakan yang menjatuhkan pemimpin Mesir itu.
Sampai pemilu dilaksanakan, dewan militer Mesir menjadi badan eksekutif negara, yang mengawasi pemerintah sementara yang dipimpin perdana menteri.
Di Tunisia, demonstran juga menjatuhkan kekuasaan Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali pada Januari.
Ben Ali meninggalkan negaranya pertengahan Januari setelah berkuasa 23 tahun di tengah tuntutan yang meningkat agar ia mengundurkan diri meski ia telah menyatakan tidak akan mengupayakan perpanjangan masa jabatan setelah 2014. Ia dikabarkan berada di Arab Saudi.
Ia dan istrinya serta anggota-anggota lain keluarganya kini menjadi buronan dan Tunisia telah meminta bantuan Interpol untuk menangkap mereka. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011