Purwokerto (ANTARA) - Kalau mendengar nama Baturraden, hampir dipastikan pikiran kita akan tertuju pada sebuah kawasan wisata alam di kaki Gunung Slamet sebelah selatan yang masuk wilayah Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Ya, Baturraden memang sudah lama dikenal sebagai salah satu destinasi wisata di Jawa Tengah bagian barat-selatan yang banyak dikunjungi wisatawan dari berbagai wilayah di Pulau Jawa.

Bahkan sebelum pandemi COVID-19, tidak sedikit wisatawan mancanegara khususnya dari Belanda yang berwisata ke Baturraden.

Kendati telah Baturraden telah menjadi destinasi wisata alam andalan, hal itu tidak membuat Pemerintah Kabupaten Banyumas berhenti untuk mengembangkan destinasi wisata baru dengan memanfaatkan potensi alam lainnya, yakni Sungai Serayu.

Setelah bertahun-tahun dirintis, wisata susur Sungai Serayu akhirnya dapat terwujud pada tahun 2021 atas peran berbagai pihak termasuk dukungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan yang memberikan bantuan berupa pembangunan halte dan dermaga di Sungai Serayu.

Sebagai "pemain baru" dalam pengelolaan destinasi wisata susur sungai, Banyumas merasa perlu belajar dari daerah lain yang lebih dulu mengembangkan wisata tersebut.

Oleh karena itu, DPRD Kabupaten Banyumas bersama sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) Pemkab Banyumas melakukan studi komparatif ke Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, guna "belajar" tentang pengelolaan wisata susur sungai Green Canyon (Cukang Taneuh) maupun destinasi wisata lainnya.

Studi komparatif yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Kabupaten Banyumas Budhi Setiawan itu diawali dengan kunjungan lapangan di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Green Canyon, Senin (22/11).

Dalam kunjungan tersebut, rombongan yang terdiri atas Pimpinan DPRD Kabupaten Banyumas beserta sejumlah Ketua Fraksi dan perwakilan OPD berkesempatan mendengarkan paparan yang disampaikan oleh Kepala UPTD Green Canyon Ruslan dan Ketua Kelompok Penggerak Pariwisata (Kompepar) Baban Rusmiadi yang juga sebagai Pengelola Teknis Green Canyon.

Saat menyampaikan paparannya, Ketua Kompepar Baban Rusmiadi mengaku tersanjung karena dikunjungi rombongan dari Banyumas yang diketahui memiliki cukup banyak destinasi wisata, sekitar 30 destinasi di antaranya berupa curug yang sering viral melalui media sosial.

Meskipun demikian, Baban pun memaparkan perkembangan Green Canyon sejak awal hingga saat sekarang. Menurut dia, destinasi wisata Green Canyon mulai ramai dikunjungi wisatawan sekitar tahun 1990 setelah diviralkan oleh sejumlah wisatawan mancanegara.

Akan tetapi setelah ramai dikunjungi wisatawan, muncullah konflik antarwarga karena di sepanjang rute wisata susur sungai yang melintasi empat desa di dua kecamatan itu, banyak dibangun dermaga dengan tarif perahu yang bervariasi, sehingga saling berebut wisatawan.

Untuk itu, dibentuklah Kompepar pada tahun 1994. Sejak saat itu, hanya ada satu dermaga untuk pemberangkatan wisatawan menuju Green Canyon dan tarifnya pun diseragamkan," katanya.

Seiring dengan berjalannya waktu, jasa transportasi menuju Green Canyon yang sebelumnya menggunakan perahu kayu sehingga membutuhkan waktu satu hari perjalanan pulang pergi, saat sekarang sudah digantikan dengan perahu fiber bermesin tempel.

Dengan demikian, waktu tempuh pun jauh lebih singkat, sedangkan tarifnya sebesar Rp200 ribu per perahu berisi enam orang dengan durasi perjalanan 45 menit. Dari besaran tarif tersebut, 15 persen di antaranya disetorkan untuk pendapatan asli daerah (PAD), selebihnya untuk operasional, Jasa Raharja, dan sebagainya.

Saat ini setidaknya ada 80 perahu yang beroperasi di sini dan diatur sedemikian rupa agar semuanya mendapatkan bagian. Jika ada yang melakukan pelanggaran, akan diberi sanksi mulai dari tidak boleh beroperasi untuk sementara waktu dan sanksi terberat perahunya diangkat dari sungai.

Salah seorang pegiat wisata Banyumas yang mengikuti studi komparatif tersebut, Deskart Sotyo Jatmiko mengakui sejak dibukanya wisata susur Sungai Serayu, saat ini mulai banyak masyarakat yang membangun dermaga perahu wisata di tepian sungai yang melintasi enam kecamatan itu.

Ia mengharapkan konflik antarwarga yang sempat mewarnai perjalanan pengembangan Green Canyon tidak sampai terjadi di Sungai Serayu.

"Kami memang sedang berupaya mengubah pola pikir masyarakat dari sebelumnya yang menambang pasir menjadi pelaku wisata," kata dia yang juga Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Prokompim) Sekretariat Daerah Banyumas.

Ketua DPRD Kabupaten Banyumas Budhi Setiawan mengakui kunjungan lapangan di Green Canyon ditujukan untuk melihat teknis pengelolaan destinasi wisata air tersebut termasuk pemberdayaan masyarakat sekitarnya.

Masyarakat yang tadinya 'gelutan' (bertikai), sekarang menjadi tidak bertikai. Nanti Banyumas pun rupanya harus dikondisikan seperti ini, jangan sampai 'gelutan'.

Diharapkan, ketika wisata susur Sungai Serayu diluncurkan secara resmi, semuanya harus sudah ditata lebih dahulu. Bahkan, dia juga meminta Deskart untuk bisa menjembatani para pelaku wisata Sungai Serayu dengan berbekal pengalaman yang ada meskipun saat sekarang berdinas di Bagian Prokompim.

Selain itu, tingkat risiko di sepanjang rute wisata susur Sungai Serayu pun harus benar-benar dikaji secara serius supaya tidak menimbulkan korban.

"Tetapi dengan kehadiran di wilayah itu maka dapat belajar mengelola kelompok-kelompok yang ada, bagaimana menyatukan pemerintah daerah dengan masyarakat desa, dan seterusnya.

Malam harinya, rombongan DPRD/Pemkab Banyumas berkesempatan menggelar diskusi tentang pengelolaan pariwisata bersama Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Pangandaran Tonton Guntari.

Diskusi itu sangat menarik karena Tonton yang baru dua bulan bertugas di Disparbud mampu menjelaskan secara runut perkembangan pariwisata di Pangandaran ketika masih menjadi wilayah Kabupaten Ciamis hingga menjadi daerah otonomi baru sejak sembilan tahun lalu.

Ia mengaku, baru dua bulan bertugas di Dinas Pariwisata, sebelumnya menjadi Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK). "Dulu, saya juga pernah menjadi Kabag Humas di Ciamis," katanya.

Ketika menjadi Kepala DLHK, dia mengaku punya pola pikir sendiri bahwa kebersihan menjadi salah satu bagian penunjang pariwisata. Oleh karena itu, dia pun berusaha menyamakan persepsi di antara para kepala dinas bahwa destinasi wisata yang tidak bersih, tidak akan ada apa-apanya.

Dia pun mencontohkan ketika Pantai Parangtritis, Yogyakarta, mulai ditinggalkan wisatawan karena kondisinya kotor, sehingga bergeser ke pantai-pantai yang lain.

Meskipun Pangandaran memiliki berbagai destinasi wisata, pihaknya fokus untuk menggarap kebersihan di Pantai Barat dan Pantai Timur.

Setelah dipercaya untuk menjabat Kadisparbud, Tonton makin berupaya maksimal dalam menggarap potensi wisata di Pangandaran guna mendukung visi misi pemkab setempat, salah satunya keinginan untuk meningkatkan kualitas wisatawan.

Kualitas wisatawan ini dapat diukur dengan lamanya menginap, kemudian banyaknya membelanjakan uang, sehingga terbentuknya pola pikir bahwa memang di sini ada kelasnya.

"Tidak seperti sekarang, mohon maaf, kami juga kerepotan dengan kehadiran wisatawan yang notabene datang pada hari-hari tertentu memakai truk atau mobil bak terbuka," katanya.

Menurut dia, tarif masuk rombongan wisatawan itu disamakan dengan tarif satu mobil meskipun jumlah penumpangnya bisa mencapai 20 orang atau lebih.

"Yang repot lagi, mereka tidak menginap, datangnya pagi-pagi kemudian berenang, siangnya buka bekal makanan sendiri, sehingga tidak ada perputaran uang," katanya menjelaskan.

Di sisi lain, pihaknya juga sedang berupaya meningkatkan kunjungan wisatawan ke Pangandaran pada hari-hari biasa (weekdays) yang relatif sepi jika dibandingkan dengan akhir pekan (weekend) yang selalu dipadati wisatawan. Upaya tersebut dilakukan dengan cara menggandeng pegiat media sosial, biro perjalanan wisata, perwakilan pengelola bus pariwisata, dan pihak lainnya.

Terlebih sektor pariwisata pada tahun 2021 ditargetkan mampu menyetorkan PAD Pangandaran sebesar Rp15 miliar berdasarkan hasil revisi dalam APBD Perubahan dan hingga saat ini sudah tercapai di atas 90 persen.

Diskusi tersebut makin seru ketika sejumlah Ketua Fraksi DPRD Kabupaten Banyumas maupun kepala OPD Pemkab Banyumas mengajukan pertanyaan kepada Tonton Guntari. Namun pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan gamblang oleh Tonton, sehingga memberikan kepuasan tersendiri bagi peserta studi komparatif.

Berbagai informasi yang mereka peroleh selama mengikuti studi komparatif tersebut merupakan ilmu yang sekiranya dapat diaplikasikan dalam pengembangan pariwisata di Banyumas ke depan, khususnya wisata susur Sungai Serayu.
Baca juga: Menparekraf sebut Desa Wisata Cikakak bisa jadi destinasi kelas dunia
Baca juga: APAW Banyumas membentuk Gugus Tugas Pariwisata sambut normal baru

Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021