Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Migrant CARE Anis Hidayah mengatakan bahwa pekerja migran Indonesia memiliki kerentanan terhadap hukuman mati di luar negeri karena berbagai keterbatasan, seperti hambatan bahasa dan kurangnya akses terhadap representasi hukum di dalam yurisdiksi asing.
Kerentanan terhadap hukuman mati juga diakibatkan oleh Isolasi sosial, diskriminasi, lemahnya posisi sosio-ekonomi pekerja migran, dan kurangnya akses kepada bantuan konsuler memadai, tutur Anis ketika memberi paparan dalam peluncuran laporan bertajuk “Kerja Sampai Mati” yang disiarkan secara langsung di platform Zoom Meeting dan dipantau dari Jakarta, Selasa.
“Di satu sisi, pekerja migran rentan menjadi korban perdagangan manusia yang dipaksa melakukan kejahatan yang berakibat pada hukuman mati,” tutur Anis melanjutkan.
Terutama untuk pekerja migran yang merupakan seorang perempuan. Kaum perempuan memiliki kerentanan kepada kekerasan berbasis gender yang menghantarkan mereka kepada kasus hukuman mati, seperti kasus yang menimpa Darsem binti Dawud Tawar.
Darsem merupakan pekerja migran Indonesia yang bekerja di Arab Saudi. Ia dijatuhi hukuman mati akibat membunuh salah satu kerabat dari pemberi kerja atau majikannya. Pembunuhan tersebut merupakan aksi yang dilakukan oleh Darsem untuk melindungi diri dari upaya pemerkosaan.
Selain itu, tutur Anis, pekerja migran Indonesia acap kali tidak mendapatkan situasi peradilan yang adil, sehingga beberapa pekerja migran Indonesia mengalami eksekusi mati di luar negeri, seperti di Arab Saudi, di Malaysia, dan di beberapa negara lainnya.
“Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya, baik bantuan hukum, bantuan konsuler, pendampingan keluarga, hingga diplomasi,” ucap dia.
Berbagai upaya tersebut telah membuahkan hasil, sebagaimana data yang disampaikan oleh Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha, sebanyak 517 orang warga negara Indonesia telah berhasil dibebaskan dari hukuman mati, dan sebanyak enam orang warna negara Indonesia telah menjalani eksekusi mati.
Meskipun demikian, Anis mengatakan bahwa, hingga saat ini, kasus-kasus hukuman mati baru yang melibatkan pekerja migran, terutama perempuan, masih terus terjadi.
“Kerentanan ini masih belum mampu dicegah oleh Pemerintah Indonesia, baik di dalam struktur tata kelola migrasi yang aman, maupun dalam proses bagaimana kontrol atau pengawasan terhadap situasi kerja, terutama di sektor pekerja domestik,” kata Anis.
Baca juga: Indonesia loloskan resolusi PBB lindungi pekerja migran perempuan
Baca juga: Indonesia kembali dapat tempatkan pekerja migran ke Taiwan
Baca juga: Migrant CARE perkirakan kerentanan PMI akibat pandemi bertahan di 2021
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2021