Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Hukum dan Perundang-undangan Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa status Badan Intelijen Negara (BIN) perlu ditegaskan dengan menjadikannya sebagai lembaga negara dan terpisah dari kabinet pemerintahan.

"BIN menjadi lembaga negara bukan berada di pemerintahan, dan kepalanya bukan anggota kabinet atau setingkat menteri," katanya dalam diskusi RUU Intelijen di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, harus tegas diatur karena BIN ini seharusnya merupakan alat negara bukan pemerintah.

Menurut Yusril yang juga pernah menjadi Menteri Sekretaris Negara, dengan menjadikan BIN lembaga negara maka akan memperkecil peluang terjadinya penyalahgunaan intelijen untuk kepentingan politik penguasa.

Ia mencontohkan, pada masa Orde Baru, kepentingan negara dan kepentingan pemerintah yang berkuasa samar, sehingga seringkali bisa disalahgunakan.

"Jangan sampai kemudian pengkritik pemerintah dituduh untuk meruntuhkan negara ditangkap," kata ahli tata negara tersebut.

Menurut dia, BIN bukan berarti menjadi lembaga tinggi negara, namun lembaga negara seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). BIN dapat diatur tegas sebagai lembaga negara dengan Undang-undang sehingga berbeda dengan lembaga pemerintah yang hanya berlandaskan Keputusan Presiden.

Selain itu, jabatan Kepala BIN menurut Yusril sebaiknya dipilih oleh presiden, namun harus dengan persetujuan DPR. Hal ini untuk menjaga independensi.

Menurut dia, dengan menjadi lembaga negara, maka tugas BIN ketika estafet kepemimpinan dari pemerintah lama ke pemerintah yang baru tidak membuat dirinya terasing dan justru lebih memuluskan masa transisi tersebut.

"Jadi tugas BIN pertama saat pemerintah yang baru berkuasa, langsung memberikan briefing kondisi dan situasi negara kepada Presiden baru," katanya.

Yusril menambahkan, meski telah menjadi lembaga negara, namun dalam rapat kabinet BIN tetap diikutsertakan. Hal ini karena posisinya yang strategis untuk memberikan perkembangan situasi dan kondisi terkini.

Sementara itu, saat ini DPR tengah membahas RUU Intelijen. RUU Intelijen tersebut terkatung-katung sejak 2002.

(M041/E001/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011