Jakarta (ANTARA) - Pakar gastronomi asal Prancis, Jean-Antheleme Brillat-Savarin, dalam bukunya Fisiologi Rasa (1825), menulis bahwa ikan di tangan koki yang ahli, dapat menjadi sumber kenikmatan yang tidak ada habis-habisnya di lidah.

Ikan, merupakan jenis dari beragam jenis seafood atau hidangan laut, yang digemari oleh beragam kalangan masyarakat, baik di berbagai negeri di Barat maupun di Timur. Bahkan, sampai sekarang masih ada yang percaya bahwa kebangkitan pesat negara Jepang pada abad ke-20 pasca-Perang Dunia II juga tidak lepas dari peran ikan yang kerap disantap oleh masyarakat di sana.

Indonesia sebagai negara kepulauan, juga memiliki banyak menu unik yang terkait dengan hidangan komoditas sektor kelautan dan perikanan. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa ada beberapa daerah yang masih belum terlalu gemar dalam menyantap ikan, dibandingkan dengan jenis daging lainnya.

Secara keseluruhan, sebenarnya konsumsi ikan nasional terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tercatat konsumsi ikan nasional naik dari 47,34 kg per kapita per tahun pada tahun 2017 menjadi 54,50 kg per kapita per tahun pada tahun 2019.

Sedangkan pada tahun 2021 ini konsumsi ikan nasional ditargetkan sebesar 60 kg per kapita per tahun, dan pada tahun 2024 nanti diharapkan angka tersebut dapat menjadi sebesar 62,05 kg per kapita.

Anggota Komisi IV DPR RI Slamet dalam sejumlah kesempatan juga sepakat mengenai pentingnya meningkatkan angka tingkat konsumsi ikan untuk mengatasi berbagai hal seperti permasalahan gizi.

Bahkan, Slamet juga menyatakan bahwa idealnya jumlah konsumsi ikan nasional di Republik Indonesia dapat setara seperti Jepang yang mencapai hingga 140 kg per kapita per tahun.

Rektor IPB Arif Satria menyatakan peningkatan konsumsi ikan merupakan hal yang penting dalam menunjang kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia mengingat gizi yang kaya nutrisi yang terdapat di dalam ikan.

Arif berpendapat bahwa peningkatan SDM Indonesia sangat ditentukan oleh pola konsumsi. Menurut dia, sangat penting memikirkan jangka panjang SDM Indonesia karena saat ini berada dalam kondisi era disrupsi besar, perubahan iklim, revolusi industri 4.0, dan pandemi COVID-19.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebetulnya telah memiliki banyak program seperti terus menggencarkan kampanye gemar makan ikan (Gemarikan) sejak 2004 guna mendorong pemenuhan protein masyarakat sekaligus menyejahterakan nelayan dan pembudidaya.

Dalam perkembangannya, program Gemarikan menjadi lebih intensif dengan diadopsinya pada program prioritas lainnya, seperti Program Percepatan Penurunan Stunting, Program Penanganan Darurat Bencana, dan Program Penanganan Dampak COVID-19 serta Program Peningkatan Imunitas dalam rangka menghadapi pandemi.

Pencegah penyakit

Ikan dikenal luas sebagai faktor yang dapat mengurangi risiko penyakit. Praktisi Nutrisi Dr. Raissa Edwina Djuanda mengungkapkan penelitian terkait orang yang rutin mengonsumsi ikan satu kali per pekan memiliki risiko 15 persen lebih rendah terkena kematian akibat penyakit kardiovaskuler (CVD) daripada mereka yang tidak mengonsumsi ikan.

Selain itu, ujar dia, hasil riset lainnya menyebutkan bahwa konsumsi makanan laut yang cukup di masa kanak-kanak telah terbukti membantu perkembangan saraf, kognitif dan visual.

Alumnus kedokteran Universitas Indonesia ini kemudian menyontohkan ikan-ikan yang memiliki kandungan gizi dan manfaatnya bagi kesehatan, seperti ikan tuna yang sebagian besar lemaknya omega 3 dan mampu menyehatkan jantung, mencegah anemia, menjaga kesehatan tulang dan menyehatkan mata.

Kemudian ikan teri dengan kandungan omega 3 dan selenium, membantu menurunkan kolesterol dan trigliserid serta meningkatkan imun. Lalu ikan kembung yang bisa mencegah asma dan diabetes.

Tak hanya ikan laut, ikan air tawar juga mengandung gizi dan bermanfaat bagi kesehatan, seperti ikan patin yang sangat cocok untuk pelaku diet dan meningkatkan sensitivitas insulin.

Senada, Lektor Kepala Politeknik Ahli Usaha Perikanan, Dr. Niken Dharmayanti mengungkap sebuah survei terhadap empat kelompok pengonsumsi ikan dengan frekuensi yang berbeda dan diamati selama 16 tahun. Kelompok pertama makan ikan tiap hari, kedua makan ikan kadang-kadang, ketiga jarang sekali makan ikan dan terakhir tidak makan ikan sama sekali.

Hasilnya, kelompok 1 pada umumnya memiliki angka kematian yang rendah dibandingkan kelompok 4 berkaitan berbagai macam kanker, jantung dan hepatitis.

Tidak heran bila Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Artati Widiarti menyatakan, pihaknya mengajak para ibu untuk menjadi agen kesehatan keluarga dengan menyiapkan konsumsi ikan lokal di meja makan serta menjadikan ikan sebagai menu utama keluarga.

Artati mengemukakan, peningkatan konsumsi ikan diharapkan akan menggerakkan produksi di hulu serta terjadi perbaikan gizi masyarakat yang akan mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Pelatihan mengolah

KKP juga telah membuat sejumlah pelatihan yang menyasar terutama sejumlah provinsi yang masih minim dalam konsumsi ikan. Misalnya pelatihan pengolahan perikanan tanggal 30 September-1 Oktober 2021 di Lampung, di mana tingkat konsumsi ikan provinsi tersebut tercatat sebesar 33,85 kg per kapita, atau masih di bawah rata-rata nasional yaitu 54 kg per kapita.

Plt Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia (BRSDM) KKP Kusdiantoro menyatakan, dengan semakin berkembangnya teknologi di bidang pengolahan perikanan, masyarakat dituntut untuk terus mengikuti perkembangan teknologi terkini dengan terus berinovasi membuat produk-produk yang menarik. Untuk itu, KKP terus meningkatkan kapasitas SDM di bidang diversifikasi pengolahan perikanan.

Kusdiantoro mengutarakan harapannya agar Kota Bandar Lampung dan kota-kota lainnya dapat berkembang menjadi sentra perikanan yang terintegrasi, terbentuk unit-unit produksi budidaya mulai dari pembenihan ikan, pembesaran hingga pengolahan hasil perikanan nasional.

Tidak hanya di Lampung, KKP juga telah menyelanggarakan sejumlah tema pelatihan pada periode Agustus-September 2021, dengan total peserta 1.168 orang dari berbagai lapisan masyarakat di Indonesia, dalam rangka menyiapkan SDM terampil di sektor kelautan dan perikanan nasional.

Beragam pelatihan tersebut antara lain meliputi Pelatihan Pembuatan Onde-Onde Ikan yang diikuti 319 peserta dari 33 provinsi itu bertujuan untuk mendukung program prioritas KKP dalam membangun kampung-kampung budi daya berbasis kearifan lokal, kegiatan ini juga bertujuan untuk mendukung program Gemarikan.

Ada pula Pelatihan Pembuatan Nila Saus Pasaman yang juga difasilitasi oleh BPPP Medan. Kegiatan yang diikuti 370 peserta ini digelar pada Rabu, 1 September 2021, secara daring di Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan (P2MKP) Family Pisces, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat.

Kerja sama

KKP juga telah menjalin kerja sama dalam rangka menggencarkan konsumsi ikan, misalnya dengan lembaga FoodBank of Indonesia (FoI) membuat kampanye bertajuk "Bikin Dapur Ngebul" yang bertujuan mencegah stunting di tengah masyarakat.

Kegiatan tersebut, lanjutnya, juga didukung oleh Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada dan akan dilaksanakan di tujuh Provinsi (13 Kabupaten/Kota) yaitu DKI Jakarta (Kota Jaksel, Kota Jaktim, Kota Jakut, Kota Jakpus, Kota Jakbar), Jawa Barat (Kab. Cirebon, Kab. Bogor), Banten (Kab. Tangerang), Jawa Tengah (Kab. Wonosobo), Jawa Timur (Kota Surabaya, Kab. Probolinggo), NTB (Kab. Lombok Tengah), Maluku (Kota Ambon).

Pendiri FoI, Hendro Utomo menekankan bahwa anak-anak dan lansia atau kaum rentan adalah dua kategori yang tidak dapat mengambil keputusan untuk diri mereka sendiri. Adapun kerja sama KKP-FoI meliputi pengembangan dan penyebarluasan menu-menu olahan berbasis ikan lokal, peningkatan akses pangan bergizi kepada keluarga dan peningkatan peran keluarga dalam mengumpulkan, meramu, mengolah, dan menyajikan kuliner berbahan baku ikan lokal.

Tidak hanya KKP, instansi pemerintah lainnya seperti Kementerian Perindustrian juga berupaya menjalankan berbagai program untuk mencegah stunting, di antaranya dengan mendorong konsumsi sumber makanan yang sehat, aman, dan beragam, serta kaya terhadap kandungan gizi mikro.

Plt Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika dalam keterangannya menyatakan, pihaknya turut berperan dalam pencegahan stunting melalui upaya peningkatan konsumsi produk hasil pengolahan ikan.

Putu juga melaporkan berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami beban ganda gizi. Beban ganda gizi tersebut adalah kekurangan zat gizi mikro yang menyebabkan stunting yang kemudian menimbulkan kerugian ekonomi negara sebesar 2-3 persen dari PDB per tahun, jelasnya.

Pemerintah menargetkan prevalensi stunting turun 14 persen pada tahun 2024. Prevalensi stunting di Indonesia pada tahun 2014 berada pada angka 37 persen dan berhasil ditekan hingga mencapai angka 27,6 persen pada 2019.

Putu menjelaskan bahwa pemerintah berupaya menanggulangi permasalahan stunting melalui program suplementasi, upaya perubahan perilaku konsumsi masyarakat agar mengkonsumsi sumber makanan yang beragam dan kaya akan kandungan gizi termasuk zat gizi mikro serta sehat dan aman, serta fortifikasi pangan.

Sedangkan solusi yang paling dekat, lanjutnya, adalah mengupayakan konsumsi ikan karena Indonesia mempunyai potensi perikanan yang sedemikian besar.

Kolaborasi yang dilakukan beragam pihak, baik pemerintah maupun berbagai elemen masyarakat, diharapkan ke depannya dapat betul-betul meningkatkan konsumsi ikan nasional sekaligus melesatkan pengembangan kinerja SDM di Indonesia.

Baca juga: Kuliner laut Indonesia dipamerkan di Expo 2020 Dubai

Baca juga: KKP perketat pengawasan usaha pengolahan hasil perikanan

Baca juga: Angkat harkat komoditas produk kelautan perikanan melalui Gernas BBI

Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021