Sanya, China (ANTARA News) - Para pemimpin negara-negara emerging utama dunia dipastikan bertemu Kamis di China dalam sebuah pertemuan tingkat tinggi yang diperkirakan akan mengatasi konflik di Libya dan mereformasi sistem keuangan internasional.
KTT lima anggota blok BRICS -- Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan -- di Sanya di pulau tropis Hainan bagian selatan juga akan melihat bagaimana negara-negara berkembang dapat menggunakan pengaruh di pentas global.
Presiden China Hu Jintao akan mengetuai pertemuan tersebut bersama rekan-rekannya dari Afrika Selatan, Brazil dan Rusia yakni Jacob Zuma, Dilma Rousseff dan Dmitry Medvedev, dan Perdana Menteri India Manmohan Sing.
Para pemimpin itu diperkirakan akan mengeluarkan pernyataan bersama pada akhir pembicaraan pagi mereka yang mencakup berbagai hal.
Ekonom Goldman Sach Jim O'Neill yang pertama menciptakan istilah BRICS pada 2001 untuk menggambarkan semakin meningkatnya pengaruh empat ekonomi emerging terbesar di dunia.
Afrika Selatan diundang untuk bergabung dengan kelompok tersebut pada akhir tahun lalu.
"Ekonomi BRICS semakin menjadi cerita utama perekonomian dunia -- mereka telah mendongkrak tren pertumbuhan ekonomi dunia 3,7-4,5 persen dalam pandangan saya," kata O'Neill seperti dikutip surat kabar resmi China Daily.
Bersama-sama, lima negara tersebut mewakili lebih dari 40 persen penduduk dunia, dan PDB gabungan mereka membukukan 18 persen total global pada 2010, menurut Dana Moneter Internasional (IMF).
Singh mengatakan sebelum dia berangkat ke China bahwa dia mengharapkan lima negara tersebut mau mengordinasikan posisi mereka di bidang seperti pertumbuhan berimbang, keamanan energi dan makanan, reformasi institusi keuangan internasional dan perimbangan perdagangan.
"Semuanya itu akan menjadi keuntungan kami," kata Singh.
Setibanya di Sanya Rabu, Zuma menyebut kesempatan tersebut "momen bersejarah" bagi Afrika Selatan.
Menteri Luar Negerinya Maite Nkoana-Mashabane mengatakan desakan agar melakukan reformasi akan "memastikan bahwa masalah Afrika akan menjadi pusat pembahasan dalam Dewan Keamanan PBB, IMF dan Bank Dunia."
Sebuah pertanyaan yang dikeluarkan pertemuan para menteri BRICS Rabu pada malam sebelum KTT menyatakan lima negara tersebut masih menghadapi "masalah-masalah pemanasan ekonomi" seperti "tekanan inflasi dan gelembung aset", lapor Dow Jones Newswires.
Para pemimpin diperkirakan akan mendiskusikan situasi Libya yang dilanda perang, sesudah upaya Uni Afrika untuk menjadi perantara perdamaian gagal.
Afrika Selatan adalah satu-satunya negara BRICS yang menyetujui resolusi DK PBB yang memutuskan zona larangan terbang atas Libya dan mengotorisasikan "semua langkah yang perlu" untuk melindungi warga sipil, membuka jalan bagi serangan udara koalisi.
Empat negara lain telah menyatakan keprihatinannya bahwa serangan yang dipimpin NATO tersebut -- yang ditujukan untuk menggagalkan serangan Moamer Kadhafi terhadap pemberontak yang berusaha mengakhiri 41 tahun kekuasaannya -- mengakibatkan korban sipil.
Asisten Menteri Luar Negeri China Wu Hailong mengatakan kepada para wartawan pada suatu briefing tentang KTT tersebut bahwa situasi di Libya akan "menjadi keprihatinan besar para pemimpin BRICS".
Juga agendanya akan menyangkut bagaimana memperkuat kontribusi BRICS untuk mereformasi sistem moneter internasional, kata Wu.
Namun banyak masalah yang memecah kelima negara tersebut antara lain kebijakan yuan China dan reformasi DK PBB yang mungkin tidak akan mengemuka -- setidaknya tidak secara terbuka, tambahnya, demikian AFP melaporkan. (ANT/K004)
Pewarta: Kunto Wibisono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011