Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian memperkirakan defisit transaksi berjalan alias current account deficit (CAD) pada tahun 2021 akan berada di bawah 0,5 persen produk domestik bruto (PDB), yang disebabkan tingginya harga komoditas global.
"Jadi sangat jauh lebih baik dari tahun 2013 di mana saat itu kita menghadapi lonjakan harga komoditas dan taper tantrum," ucap Sekretaris Eksekutif I Kemenko Perekonomian Raden Pardede dalam Konferensi Virtual Indonesia Economic Forum di Jakarta, Selasa.
Dengan demikian, ia menilai ketahanan eksternal Indonesia tersebut akan mampu menahan berbagai kemungkinan yang terjadi, seperti rencana pengurangan pembelian aset (tapering) Bank Sentral AS, The Fed.
Rendahnya kemungkinan rasio CAD pada tahun ini salah satunya disebabkan oleh tingginya harga komoditas belakangan ini.
Menurut Raden, melonjaknya harga komoditas terutama terjadi pada sektor agrikultura, energi, dan logam, yang membuat neraca perdagangan terus surplus dan berujung pada perbaikan neraca pembayaran Indonesia dan defisit transaksi berjalan.
"Harga komoditas yang melonjak signifikan antara lain nikel, minyak kelapa sawit, dan batubara dalam enam bulan terakhir ini," ungkapnya.
Dengan adanya peningkatan harga komoditas tersebut, ia menuturkan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) pun kini sudah melewati target, yakni 107,6 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021.
Maka dari itu, ketahanan eksternal dan internal Indonesia yang kuat bisa menahan berbagai risiko global, antara lain tapering Fed, varian baru COVID-19, tidak ratanya distribusi vaksin di seluruh negara, krisis energi Tiongkok, hingga potensi lonjakan inflasi global.
Baca juga: Gubernur BI turunkan proyeksi CAD jadi 0-0,8 persen pada 2021
Baca juga: DEN: Kendaraan listrik bisa tekan defisit transaksi berjalan RI
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021