Mamuju (ANTARA News)- Gejolak minyak dunia yang terjadi di negara timur tengah ternyata pengaruhi naiknya Biaya Perjalanan Ibadah Haji di negara Indonesia.
"Semula kami optimis bahwa ongkos Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) tidak akan mengalami kenaikan. Namun ternyata, gejolak minyak dunia ternyata berimbas ongkos BPIH di tanah air,"kata Ketua tim rombongan Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Abdul Kadir Karding saat berada di Mamuju, Selasa.
Menurutnya, memang selama ini pemerintah merencanakan untuk menaikkan BPIH sebelum terjadi gejolak minyak dunia sehingga saat itu Komisi VIII DPR bersikap melawan pemerintah untuk menolak dinaikkannya BPIH.
"Kenaikan BPIH tahun ini tidak bisa kami tekan karena ternyata terjadi gejolak minyak dunia. Dengan demikian, naiknya minyak dunia jelas akan menaikkan harga avtur salah satu bahan bakar minyak pesawat terbang yang akan mengangkut calon jemaah haji," ungkapnya.
Pergolakan yang terjadi di negara Timur Tengah, kata dia, akan membuat biaya ongkos penerbangan akan melakukan kenaikannya.
"Dari total dana BPIH yang disetor oleh calhaj, sekitar 80 persen anggarannya diarahkan untuk biaya penerbangan. Makanya, ongkos BPIH tersebut tidak akan mampu kita tekan sebelum harga minyak dunia turun,"kata Abdul Kadir.
Terkecuali, kata dia, apabila penerbangan ini tidak menggunakan minyak avtur atau ada penerbangan yang menggunakan air laut Sulbar maka ongkos BPIH bisa diturunkan.
"Kenaikan ongkos BPIH ini belum final sehingga diharapkan masyarakat berdoa agar harga minyak dunia kembali stabil," terangnya.
Selain itu, kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengemukakan, yang menjadi perhatian komisi VIII adalah masalah persoalan kuota haji.
"Memang kita tidak bisa melakukan penambahan kuota haji nasional karena ini menjadi ketentuan dari negara-negara Arab,"tutur dia.
Ia mengemukakan, sesuai dengan ketentuan pemerintah kerajaan Arab Saudi bahwa kouta calhaj Indonesia hanya diberikan peluang satu orang per seribu penduduk. Jadi setiap seribu penduduk maka satu calhaj yang bisa diberangkatkan.
"Jika patokan kuota ini tetap menjadi acuan, maka daftar tunggu calhaj Indonesia akan tetap antri hingga tujuh tahun ke depan,"tuturnya.
Karena itu, DPR akan mendorong membuat aturan agar mekanisme pemberangkatan calhaj terutama pada dua hal yakni orang yang lanjut usia untuk mendapatkan prioritas pemberangkatan calhaj.
Kemudian yang kedua, mungkin bisa kembali mewacanakan pengaturan pemberangkatan calhaj untuk mengurangi antrian pemberangkatan.(*)
(T.KR-ACO/Y006)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011