Direktur Litigasi Kementerian Hukum dan HAM Mualimin Abdi, saat sidang Uji Materi Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Selasa, mengatakan pembatasan terhadap hak-hak setiap warga negara dimungkinkan sepanjang diatur dalam undang-undang. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945.
"Karena itu Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 95 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28I ayat (2) UUD 1945," kata Mualimin Abdi, di depan Majelis Hakim sidang pleno pengujian Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 95 ayat (1) KUHAP.
Dia mengatakan pemerintah memandang Pasal 21 ayat (1) KUHAP telah menjamin perlindungan hak asasi manusia (HAM), sebab untuk melakukan penahanan terhadap tersangka/terdakwa dengan syarat-syarat yang ketat dengan memperhatikan kondisi subjektif dan objektif dari tersangka/terdakwa.
Dalam sidang ini, pemerintah juga mengingatkan bahwa MK pernah memutus pengujian Pasal 21 ayat (1) KUHAP yang putusannya ditolak lewat Putusan MK No. 018/PUU-IV/2006 tertanggal 20 Desember 2006 yang dimohonkan oleh Mayjen (Purn) TNI Suwarna AF.
Dalam putusan tersebut, Mahkamah berpendapat keberadaan Pasal 21 ayat (1) KUHAP tidak terlepas dari Pasal 77 KUHAP yang mengatur pranata praperadilan (salah satunya menguji keabsahan sah/tidaknya prosedur penangkapan/penahanan).
Putusan MK menilai bahwa 21 ayat (1) KUHAP cukup mempertemukan dua kepentingan yakni kepentingan umum untuk menegakkan hukum dan kepentingan individu yang harus dilindungi hak asasinya.
"Adanya persoalan dalam praktik selama ini dalam penerapan Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 77 KUHAP yang dinilai kurang melindungi hak tersangka/terdakwa merupakan ranah penerapan hukum, bukan konstitusionalitas norma," kata Mualimin mengutip putusan MK itu.
Soal Pasal 95 ayat (1) KUHAP yang mengatur ganti kerugian jika tersangka/terdakwa ditangkap/ditahan tidak sesuai undang-undang, kata Mualimin, pengaturannya sudah sangat jelas batasannya.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Abu Bakar Ba`asyir lewat kuasanya menguji konstitusionalitas Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 95 KUHAP.
Abu Ba`asyir meminta MK menafsirkan pasal itu secara bersyarat terkait tiga alasan penahanan yang seringkali ditafsirkan subjektif. Sebab, alasan subjektif dinilai tidak memiliki batasan/ukuran yang jelas yang berakibat disalahgunakan oleh aparat. Karenanya, Pasal itu dinilai bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.
Abu Ba,asyir saat ini masih menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena didakwa terlibat dalam beberapa aksi teror.(*)
(T.J008/A033)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011
Sudah jelas2 mata orang rabun aja bisa melihat kebejadan
ABB,masa sich orang yg ahli hukum pura2 picek.
Dansus,Polri dan aparat lainnya sudah punya banyak bukti nyata tentang keterlibatan ABB dalam aksi Group Teroris yg ada di RI.
Udah nggak ada lagi nyanyian tuding negara barat atau tuding timur
yg jadi biangnya selama ini ada di didepan mata.