"Kami mengharapkan agar penyidik dari Polres Metro Jakarta Selatan mengembalikan 10 lembar kertas polos yang ditandatangani istri korban Irzen Octa," kata OC Kaligis, kuasa hukum Esi Rolandi, di Jakarta, Selasa.
Kaligis mengatakan, masalah tersebut terkait penyidik Polres Metro Jakarta Selatan yang mendatangi istri korban tiga hari setelah Octa meninggal, kemudian terjadi percakapan, namun belakangan Esi Rolandi disuruh menandatangai kertas polos 10 lembar.
Menurut dia, karena dalam kondisi masih berduka, maka istri korban hanya pasrah dan belum mengetahui maksud penyidik menyodorkan kertas polos untuk ditandatangani.
Namun belakangan baru diketahui dan menyadari bahwa kertas polos diduga bisa disalahgunakan untuk kepentingan lain.
Kaligis mengatakan, pihaknya melayangkan surat kepada Wakabareskrim Mabes Polri Irjen Pol Mathius Salempang terkait agar dikembalikan 10 lembar kertas kosong dan ditandatangani itu termasuk agar penyidikan terhadap kasus kematian Irzen Octa ke Mabes Polri karena sebelumnya di Polres Metro Jakarta Selatan demi independensi.
Demikian pula Kaligis berharap agar telepon genggam milik korban berisi "sim card" dengan nomor 0852-1729-5960 dikembalikan kepada kliennya.
Bahkan keluarga korban mendesak penyidik mengganti dokter yang memvisum korban karena mengeluarkan dua hasil visum yang berbeda pada saat bersamaan.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai Pemersatu Bangsa, Irzen Octa meninggal dunia saat mendatangi kantor Citibank guna mengklarifikasi tunggakan kartu kreditnya yang mencapai Rp100 juta di Menara Jamsostek, Jakarta Selatan, Selasa (29/3).
Saat mendatangi kantor Citibank, Irzen diduga mendapatkan intimidasi dan penganiayaan ringan hingga meninggal dunia dari penagih utang (debt collector).
Polisi telah menetapkan lima tersangka terkait kasus tewasnya Irzen, yakni HS, H, D (penagih hutang), A dan BT (karyawan Citibank).
Para tersangka dikenakan pasal berlapis, yakni Pasal 351 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan, dan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan bersama dan Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dengan ancaman penjara lebih dari lima tahun.
Kemudian Pasal 333 KUHP tentang merampas kemerdekaan seseorang dengan ancaman hukuman penjara 12 tahun juncto Pasal 359 tentang kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.
(A047/R010/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011