Dalam pelaksanaannya, BRGM pun mempunyai strategi 3R, yaitu rewetting, revegetation dan revitalization
Jakarta (ANTARA) - Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) menegaskan bahwa Indonesia berkomitmen kuat dalam melindungi ekosistem lahan gambut secara nasional maupun internasional.
Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRGM Myrna Safitri dalam COP-26 UNFCCC di Glasgow, Skotlandia yang diikuti secara virtual, menyatakan, salah satunya yaitu dengan melanjutkan restorasi gambut dengan target seluas 1,2 juta hektare hingga tahun 2024, dengan tujuh provinsi yang menjadi prioritas program tersebut yakni Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Papua.
"Dalam pelaksanaannya, BRGM pun mempunyai strategi 3R, yaitu rewetting, revegetation dan revitalization," ujarnya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Senin.
Rewetting adalah pembasahan kembali lahan gambut dengan pembangunan sekat kanal, sumur bor dan timbun kanal. Revegetation adalah penanaman kembali melalui persemaian dan penanaman, sementara revitalization of livelihood adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat.
"Saat ini BRGM sudah membangun sekat kanal sebanyak 6.947 unit, penimbunan kanal sebanyak 427 unit, sumur bor sebanyak 15.594 unit. Sementara revegetation sudah berjalan 1.709,35 hektare, serta terdapat 1.214 paket revitalisasi ekonomi," ujarnya.
Menurut dia, program 3R tersebut dilaksanakan dan diintegrasikan ke dalam rencana pembangunan melalui program Desa Mandiri Peduli Gambut (DMPG).
“Program-program ini menjadi salah satu prioritas pemerintah pusat dan daerah dan juga di dunia internasional," katanya.
Banyak pelajaran yang bisa dipetik, bahwa merestorasi gambut tidaklah mudah terlebih dengan situasi seperti Indonesia, lanjutnya, di mana banyak orang yang bergantung hidupnya atau mata pencahariannya dari gambut.
Oleh karena itu, pembangunan yang akan dijalankan pun harus seimbang, karena tidak hanya untuk lingkungan saja melainkan juga bagaimana caranya bisa meningkatkan ekonomi masyarakat secara umum.
Pembangunan desa berbasis lanskap ekosistem gambut, tambahnya, mengedepankan partisipasi masyarakat, termasuk melibatkan wanita dalam komunitas tersebut. Kolaborasi antar pemangku kepentingan dan masyarakat inilah yang nantinya bisa melindungi dan menjaga eksosistem gambut.
Sementara itu, Profesor Mark Reed dari Scotland's Rural College (SRUC) menjelaskan ada banyak hal yang harus dilakukan dalam restorasi gambut, mulai dari membangun konsensus tentang variabel apa saja yang harus diukur, set apa saja yang hilang dan apakah domain yang hilang itu harus diukur dalam setiap tingkat akumulasi yang ditetapkan atau tidak serta bagaimana mengukur tingkat dekomposisi serasah hingga akhirnya menjadi laporan data yang kontekstual.
Dari data-data itulah, menurut dia, maka bisa dilihat perbandingan antara iklim, hidrologi, keanekaragaman hayati dan api. Tak hanya data iklim, pihaknya juga menyebut pentingnya mengetahui data sosial ekonomi wilayah tersebut, sehingga nantinya dapat ditemukan penanganan yang tepat dalam restorasi gambut.
Di sisi lain, Rhupes Bhomia dari Centre for International Forestry Research mengatakan, restorasi gambut yang efektif dan tahan lama meliputi beberapa hal di antaranya biofisika, sosial, ekonomi dan pemerintah.
Baca juga: BRGM dorong petani lahan gambut kembangkan komoditas jeruk
Baca juga: BRGM ajak petani kembangkan tambak ramah lingkungan
Baca juga: BRGM gelar sekolah lapang masyarakat percepat rehabilitasi mangrove
Pewarta: Subagyo
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021