"Kongres Rakyat Timor Barat ini sedang kami persiapkan di Jakarta, karena sampai sejauh ini kasus pencemaran tersebut belum mampu pula diselesaikan oleh pemerintah Indonesia dan Australia," kata Ketua YPTB yang juga pemerhati masalah Laut Timor Ferdi Tanoni kepada ANTARA dari Jakarta, Selasa.
Tumpahan minyak mentah (crude oil) yang maha dahsyat bercampur zat timah hitam dan bubuk kimia dispersant sangat beracun jenis Corexit 9500 di Laut Timor itu, akibat meledaknya kilang minyak Montara di Blok Atlas Barat Laut Timor pada 21 Agustus 2009.
Tanoni yang juga mantan agen Imigrasi Kedutaan Besar Australia itu mengatakan Kongres Rakyat Timor Barat ini untuk mencari solusi terbaik dalam upaya penyelesaian petaka Montara di Laut Timor yang telah mengorbankan puluhan ribu bahkan ratusan ribu masyarakat pesisir di NTT serta ancaman kesehatan bagi jutaan masyarakat yang mengkonsumsi ikan dan biota laut lainnya dari Laut Timor.
"Kongres ini harus kami selenggarakan, karena sejak terjadinya petaka Montara yang mencemari perairan Indonesia di Laut Timor seluas sekitar 80.000 km2 itu, tidak pernah dilakukan sebuah penelitian ilmiah maupun upaya penanggulangan dan pencegahannya oleh pemerintahan kedua negara serta PTTEP Australasia sebagai operator ladang minyak Montara," katanya.
Penulis buku "Skandal Laut Timor, Sebuah Barter Ekonomi Politik Canberra-Jakarta" itu mengatakan sesungguhnya ada sebuah nota kesepahaman (MoU) antara pemerintah Australia dan Indonesia tentang penanggulangan dan pencegahan polusi minyak di laut yang ditandatangani pada 1996.
Namun, kata dia, MoU tersebut tidak pernah dilaksanakan oleh pemerintah kedua negara dalam upaya menanggulangi pencemaran minyak di Laut Timor yang bersumber dari ledakan kilang minyak Montara pada 21 Agustus 2009.
Selain itu, tambahnya, kinerja tim nasional Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut (PKDTML) pimpinan Menteri Perhubungan Freddy Numberi atas nama pemerintah Indonesia, juga sangat mengecewakan sehingga membuat persoalan tersebut seperti benang kusut yang sulit untuk diluruskan.
"Kinerja Timnas PKDTML sangat mengecewakan karena tidak memiliki kemampuan sejak awal untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah Australia sebagai regulator bagi perusahaan minyak yang beroperasi di Laut Timor serta ketidak-berpihakan secara penuh terhadap masayarakat dan daerah terdampak," kata Tanoni.
Hal ini terbukti dari negosiasi-negosiasi yang dilakukan Timnas PKDTML dan PTTEP Australasia di balik pintu tertutup dengan membuahkan hasil akhir yang selalu berubah-ubah soal angka ganti rugi dan luas wilayah pencemaran yang disampaikan oleh Timnas PKDTML kepada publik di dalam negeri maupun kepada PTTEP Australasia, katanya.
Tanoni juga menyatakan kecewa dengan ucapan Menteri Perhubungan Freddy yang terkesan mengecil arti masyarakat di NTT yang menjadi korban pencemaran serta tidak dilakukan sebuah penelitian ilmiah dalam mengusut kasus pencemaran yang maha dahsyat tersebut di Laut Timor. (ANT/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011