Jakarta (ANTARA) - Anggota Dewan Pengupahan Nasional (Depenas), Joko Santosa menilai kebijakan pengupahan yang dilakukan pemerintah Indonesia saat ini bertujuan untuk normalisasi upah minimum (UM).

Menurutnya, langkah ini perlu dilakukan agar upah minimum berjalan sebagaimana fungsinya. "Jadi pemerintah sedang berusaha melakukan normalisasi agar upah minimum ini berjalan sesuai fungsinya, sebagai jaring pengaman," ujar Joko Santosa di Jakarta, Minggu.

Anggota Depenas dari unsur pakar itu mengatakan jaring pengaman yang tengah dibangun tidak hanya ditujukan bagi pekerja baru, yakni pekerja dengan masa kerja di bawah 12 bulan, namun lebih dari itu.

Baca juga: Kemnaker pastikan dengar aspirasi semua pihak terkait kebijakan upah

Baca juga: Buruh rencanakan mogok nasional akhir Oktober


Ia menambahkan, jaring pengaman dalam upah minimum yang diatur PP No.36 Tahun 2021 ini juga bertujuan untuk melindungi pekerja dengan masa kerja di atas 12 bulan dari jebakan upah murah.

Menurutnya, UM sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan adalah upah minimal yang seharusnya diberikan kepada pekerja baru atau masa kerja di bawah 12 bulan. Namun, upah minimum kerap menjadi upah efektif atau upah aktual. Artinya, pekerja dengan masa kerja di atas 12 bulan juga diberikan upah sesuai upah minimum sebagai akibat upah minimum yang sudah terlampau tinggi.

Padahal, kata Joko, pekerja dengan masa kerja di atas 12 bulan seharusnya diberikan upah berdasarkan struktur dan skala upah dengan kenaikan upah berdasarkan kinerja pekerja dan produktivitas perusahaan. "Kalau jebakan upah murah terjadi yang dirugikan adalah pekerja dengan masa kerja di atas 12 bulan," katanya.

Ia menjelaskan upah minimum dijadikan sebagai upah aktual di antaranya disebabkan oleh upah minimum di Indonesia sudah berada di atas median upah atau nilai tengah sebaran upah.

Berdasarkan metode Kaitz index, metode yang membandingkan antara upah minimum dengan median upah di suatu wilayah, didapati bahwa Kaitz Index Indonesia sudah di atas 1,1. Padahal, berdasarkan standar ILO, Kaitz Index seharusnya berada di antara 0,4-0,6.

Baca juga: Kemnaker: Kebijakan pengupahan dorong peningkatan produktivitas

"Nilai upah minimum Indonesia itu nilainya sudah di atas median upah. Itu hanya terjadi di Indonesia," jelas Joko Santosa.

Akibat dari tingginya Kaitz Index tersebut, katanya, ada dua risiko yang dapat terjadi. Pertama, pengusaha tidak akan membayar upah sesuai UM dan kedua, pengusaha akan kesulitan untuk menaikkan upah bagi pekerja dengan masa kerja di atas 12 bulan.

"Berarti banyak pekerja yang masa kerjanya di atas 12 bulan ini akan dibayar dengan upah di kisaran upah minimum atau sedikit di atas upah minimum. Inilah yang disebut sebagai jebakan upah murah. Untuk itu seluruh pihak harus fokus pada upah berbasis produktivitas, bukan lagi kepada upah minimum," ujarnya.

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021