Damaskus (ANTARA News) - Seorang aparat keamanan Suriah tewas dan seorang lagi cedera Minggu ketika patroli mereka diserang di kota pesisir Banias, kata kantor berita resmi SANA.
"Pukul 16.00, sebuah satuan angkatan darat di lokasi antara Latakia dan Tartus diserang oleh kelompok bersenjata di pinggir jalan di pepohonan dan bangunan," kata SANA mengutip seorang pejabat.
"Seorang aparat tewas dan seorang lagi cedera kritis, dan sejumlah prajurit juga terluka. Angkatan bersenjata memburu unsur-unsur kelompok bersenjata ini untuk menangkap mereka dan membawa mereka ke pengadilan," katanya.
Laporan SANA itu diturunkan setelah beberapa saksi mengatakan kepada AFP bahwa sedikitnya empat orang tewas dan 17 lain cedera ketika pasukan keamanan melepaskan tembakan ke arah mereka selama "sekitar dua jam" di sebuah daerah di kota wilayah baratlaut itu.
Kekerasan terakhir itu terjadi sehari setelah pelayat di Daraa, kota Suriah selatan yang menjadi pusat protes pro-demokrasi selama lebih dari tiga pekan, memakamkan sekitar 20 demonstran yang dibunuh oleh pasukan keamanan.
Di Banias, sedikitnya empat warga sipil tewas dan 17 orang cedera akibat penembakan oleh pasukan keamanan di daerah Ras al-Nabee, dimana terdapat masjid Al-Rahman yang menjadi titik fokal demonstrasi anti-pemerintah.
"Militer dan pasukan keamanan serta orang-orang bersenjata mengepung kota itu dari segala penjuru dan melepaskan tembakan tanpa henti selama beberapa jam," kata seorang guru besar universitas kepada AFP.
Suriah sejak pertengahan Maret dilanda protes yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang menuntut reformasi besar-besaran di negara yang dikuasai Partai Baath selama hampir 50 tahun itu.
Lebih dari 30 orang secara resmi dinyatakan tewas dalam lingkaran kekerasan itu.
Namun, sejumlah aktivis mengatakan, sekitar 200 orang tewas dalam kekerasan itu -- 100 orang tewas dalam protes di Daraa, kota suku wilayah selatan yang menjadi simbol penentangan para pemrotes.
Pemerintah mengumumkan serangkaian langkah reformasi dalam upaya menenangkan pemrotes, termasuk pembebasan tahanan dan rencana membuat undang-undang baru mengenai media dan perizinan bagi partai politik.
Suriah juga memutuskan akan mencabut undang-undang darurat, yang disusun pada Desember 1962 dan diberlakukan sejak Partai Baath berkuasa pada Maret 1963.
Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Suriah, terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun.
Buntut dari demonstrasi mematikan selama lebih dari dua pekan di Mesir, Presiden Hosni Mubarak mengundurkan diri Jumat (11/2) setelah berkuasa 30 tahun dan menyerahkan kekuasaan kepada Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata, sebuah badan yang mencakup sekitar 20 jendral yang sebagian besar tidak dikenal umum sebelum pemberontakan yang menjatuhkan pemimpin Mesir itu.
Sampai pemilu dilaksanakan, dewan militer Mesir menjadi badan eksekutif negara, yang mengawasi pemerintah sementara yang dipimpin perdana menteri.
Di Tunisia, demonstran juga menjatuhkan kekuasaan Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali pada Januari.
Ben Ali meninggalkan negaranya pertengahan Januari setelah berkuasa 23 tahun di tengah tuntutan yang meningkat agar ia mengundurkan diri meski ia telah menyatakan tidak akan mengupayakan perpanjangan masa jabatan setelah 2014. Ia dikabarkan berada di Arab Saudi.
Ia dan istrinya serta anggota-anggota lain keluarganya kini menjadi buronan dan Tunisia telah meminta bantuan Interpol untuk menangkap mereka. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011