Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Jepang menganggap sulit bila pihaknya harus mengeluarkan sertifikat bebas radioaktif untuk semua produk ekspor kata Juru Bicara Menlu Jepang Satoru Satoh di sela-sela acara Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN dan Jepang pada Sabtu di Jakarta.

"Sulit bagi pemerintah Jepang untuk mengeluarkan sertifikat bebas radioaktif untuk semua produk impor, tapi kami sudah mengeluarkan sertifikat asal-usul produk bagi negara-negara yang memintanya," kata Satoru.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, pemerintah Indonesia lewat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meminta agar produk pangan impor asal Jepang yang masuk ke Indonesia pasca gempa dan tsunami wajib disertai sertifikat bebas radioaktif.

Pemerintah Jepang menurut Satoru sudah meningkatkan pengawasan atas radioaktif sesuai dengan standar yang berlaku dalam bahan pangan.

"Standar Jepang bahkan lebih ketat dibanding standar Badan Atom Internasional (IAEA) dan hasilnya, tingkat radioaktif produk-produk di pasaran juga masih lebih rendah dibanding batasan yang berlaku," ujarnya.

Ia mengakui bahwa selama satu minggu setelah gempa dan tsunami mengguncang Jepang sebelah timur laut yang ikut merusak Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima terjadi kebocoran radioatif dan pemerintah Jepang pun mengungsikan ribuan warga dalam radius 20 Km dari fasilitas tersebut.

"Namun setelah satu minggu setelah bencana, kadar iodine dan celcium jauh berkurang, pemerintah pun mengumumkan besaran radioaktif yang tersebar secara tranparan, kami berupaya untuk memuaskan keingintahuan semua negara," tambahnya.

Mengenai kemungkinan Jepang akan mengimpor lebih banyak gas alam dan batubara dari Indonesia, Satoru mengaku bahwa hal tersebut masih dinegosiasikan antara pihak berwenang kedua negara.

"Jepang menghargai tawaran Indonesia untuk memberikan tambahan gas alam dan batu bara kepada Jepang sebagai suplai energi namun karena hal itu bersifat komersial dan bukan bantuan maka hal tersebut masih dinegosiasikan," ujarnya.

PLTN menyuplai kebutuhan listrik Jepang sebesar 30 persen dan akibat gempa dan tsunami pada 11 Maret lalu, salah satu PLTN yaitu Fukushima rusak karena walaupun fasilitas itu dapat terhenti secara otomatis namun bencana merusak sistem pendingin dan empat reaktor terkena dampak hal tersebut.

Kerugian secara fisik akibat gempa dan tsunami Jepang mencapai 16-25 triliun yen (195-305 miliar dolar AS) atau mencapai lima persen dari total Pendapatan Domestik Bruto (GDP) Jepang yang sebesar 500 trilun yen.

Adapun wilayah Jepang yang terkena gempa dan tsunami kurang dari 10 persen total wilayah Jepang dan disebutkan oleh Satoru hanya berdampak dua persen atas perekonomian Jepang.

Menurut data Kementerian Perdagangan, total perdagangan minyak dan gas Jepang dan Indonesia adalah sebesar 9,2 miliar dolar AS pada 2010.(*)

(T.KR-DLN/J006)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011