Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Tjatur Sapto Edy, mengungkapkan, selang Januari 2009 Pemerintah RI diperkirakan memperoleh keuntungan sebesar Rp1,45 trilyun dari hasil penjualan bahan bakar minyak jenis premium.

Sebagaimana disiarkan situs resmi DPR RI, di Jakarta, Minggu, Tjatur Sapto Edy menunjuk pada dasar perhitungan `mean of platts Singapora` (MOPS) pada Desember 2008 lalu sebesar US$0,977 per gallon.

"Padahal, asumsi `Indonesia crude oil price` (ICP) sebesar US$45 per barel, dengan kurs dollar AS didapatkan pada angka Rp2.923 per liter. Berarti, dengan biaya distribusi dan margin sebesar delapan persen, harga keekonomian premiun diperoleh pada angka sebesar hanya Rp3.361 per liter (bandingkan dengan harga sekarang yang hanya diturunkan oleh Pemerintah pada angka Rp4.500 per liter)," ungkapnya lagi.


Pantaskah pemerintah cari untung dari rakyat? Mau menang pemilu?

Hal itu diungkapkannya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirjen Migas, Kepala BP Migas, Kepala BPH Migas, dan Dirut Pertamina yang dipimpin Ketua Komisi VII DPR RI, Erlangga Hartarto (Fraksi Partai Golkar), pekan lalu.

Tjatur Sapto Edy menilai, berdasarkan perhitungan tersebut, selama 15 hari pertama, dari penjualan 800 ribu kiloliter bahan bakarminyak (BBM) jenis premium seharga Rp5.000 per liter, setelah dikurangi pajak sebesar 15 persen, Pemerintah untung Rp902 miliar.

"Sementara setelah harga turun menjadi Rp4.500 per liter, tetap masih ada keuntungan sebesar Rp551 miliar. Jadi, selama Januari ini, Pemerintah mendapatkan keuntungan sebesar Rp1,45 trilyun," ujarnya.


Akui Ada Keuntungan

Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Migas, Evita Legowo mengakui adanya keuntungan yang diperoleh Pemerintah tersebut.

"Tetapi keuntungan tersebut sudah dibukukan di Departemen Keuangan yang berjumlah sekitar Rp1,2 trilyun. Untuk lebih rincinya, saya berjanji akan menjelaskan dalam rapat yang akan datang," kilahnya.

Ia menambahkan, penyesuaian harga jual eceran BBM jenis tertentu didasarkan kepada perkembangan harga minyak dunia, perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dollar serta kondisi APBN.

"Pemerintah juga telah membentuk Tim Harga Minyak yang ditetapkan berdasarkan SK Menteri ESDM yang memiliki tugas utama melakukan evaluasi kajian dan usulan Formula ICP, melakukan evaluasi kajian dan usulan penetapan `Official ICP` minyak mentah, melaksanakan evaluasi dan merumuskan kebijakan dalam penetapan harga minyak mentah serta membuat laporan perkembangan dan perkiraan pasar minyak," jelas Evita Legowo.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009