Makassar (ANTARA News) - Kementerian Agama diminta mengembalikan hak pengelolaan dana daftar tunggu calon jemaah haji yang mencapai 1,4 juta orang setiap tahun.

Pakar Ekonomi Syariah Sulawesi Selatan Prof Dr Halide di Makassat, Sabtu, menilai pendapatan dana simpanan tabungan haji di Kementerian Agama seharusnya dikelola atas persetujuan jamaah haji sebagai pemilik dana.

"Dana yang dikelola itu bisa dianggap haram, jika mereka tidak mengembalikan pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan dana setoran itu. Kalau mereka mengaku pendapatan itu sebagai dana optimalisasi, tetap saja mereka itu makan uang haram," ucap dia.

Dia menjelaskan, pendapatan yang diperoleh dari simpanan dana jemaah haji di perbankan itu diperkirakan mencapai Rp1,7 triliun setiap tahun atau sekitar Rp100 miliar per bulan. "Ini uang jemaah yang disetorkan sekitar Rp20 juta hingga Rp25 juta per orang," keluh dia.

Menurut dia, dana simpanan jemaah haji yang hampir sebagian besar disimpan di perbankan konvensional dianggap telah melanggar aturan pengelolaan biaya perjalanan ibadah haji (BPIH), sebab kebijakan mewajibkan dana BPIH itu sebaiknya disimpan di perbankan syariah.

"Jelas ini melanggar Undang-undang Nomor 13/2008 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji, karena mereka harus menyimpan dana di bank syariah, bukan mengejar bunga simpanan deposito di bank konvensional yang berkisar 6 - 7 persen," ucap dia.

Sementara dana yang ditarik dari bank syariah, dia menilai digunakan Kementerian Agama untuk mengejar keuntungan dengan membeli sukuk (obligasi negara) yang bunganya jauh lebih besar yakni berkisar 8,15 persen.

"Dana dari bank-bank syariah yang masih sangat terbatas sebaiknya tidak mereka ambil untuk membeli sukuk di bank konvensional. Seharusnya mereka ambil dari bank konvensional ke syariah, bukan sebaliknya dari haram ke halal," kata dia.

Dia juga mempertanyakan, deviden pembelian saham Kementerian Agama di Bank Muamalat yang hingga saat ini belum dinikmati jemaah yang sebagai pemilik dana itu.

Direktur Jendral Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Slamet Riyanto sebelumnya menegaskan, tidak ada penyelewengan dana dalam penyelenggaraan ibadah haji.

"Hal ini harus diluruskan, agar masyarakat lebih paham dan mengetahui yang sebenarnya soal biaya penyelenggaraan ibadah haji yang kini naik menjadi Rp 25 juta," kata dia.

Dalam Undang-undang Nomor 13/2008 tentang BPIH kegiatan itu bersumber dari tiga komponen, yakni dana setoran dari jemaah haji, anggaran pendapatan belanja negara (APBN), dan dana optimalisasi setoran awal.

Dana itu harus dibayar calon jemaah melalui bank yang ditunjuk dan digunakan untuk kepentingan operasional jemaah sendiri. (HK/M019/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011