Bandung (ANTARA News) - Menperin MS Hidayat meminta perjanjian perdagangan bebas (FTA) Indonesia dengan Australia dan Selandia Baru ditunda sampai kajian mengenai untung ruginya selesai.
"Bila ingin membuat FTA harus membuat daftar untung ruginya dan ada wacana yang intensif dengan dunia usaha," kata Hidayat pada lokarya pendalaman kebijakan industri, di Bandung, Jawa Barat, Jumat malam.
Ia mengatakan kajian untung rugi dan sektor mana yang akan diperdagangbebaskan serta wacana intensif dengan dunia usaha sangat penting agar tidak ada masalah setelah FTA tersebut ditandatangani kelak.
"Jangan sampai FTA itu nantinya hanya menguntungkan Australia saja, seperti masuknya daging Australia. Kemudian investasi yang diharapkan tidak terjadi," ujar Hidayat.
Ia menegaskan bahwa substansi bahwa FTA itu harus membawa keuntungan dan kepentingan Indonesia sangat penting.
Lebih jauh ia mengatakan perkembangan terakhir dari dampak ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) telah menyebabkan kerugian dan potensi kerugian pada beberapa industri antara lain tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki, elektronika, mebel kayu dan rotan, mainan anak, permesinan, besi baja, makanan dan minuman, serta kosmetik.
"Indikasi kerugian antara lain ditandai dengan penurunan produksi (industri) sekitar 25-50 persen, penurunan penjualan di pasar domestik 10-25 persen, penurunan keuntungan 10-25 persen, dan pengurangan tenaga kerja 10-25 persen," kata Hidayat.
Bahkan, lanjut dia, beberapa industri sudah tutup dan beberapa industri beralih dari produsen menjadi perakit dan pengemas saja, seperti yang terjadi pada industri permesinan.
"Untuk mengatasi masalah itu Kementerian Perindustrian sudah dan sedang berkoordinasi untuk mengambil langkah pengamanan dan peningkatan daya saing," ujar Hidayat.
Langkah tersebut antara lain kerja sama dengan Ditjen Bea Cukai untuk pengetatan pengawasan impor di tujuh pelabuhan utama, kerja sama dengan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) untuk menindaklanjuti 38 produk yang diindikasi dumping dari China.
Selain itu, pengetatan pengawasan surat keterangan asal (SKA) formulir E dari China dan formulir FTA lainnya, serta pengetatan penyusunan dan pemberlakuan SNI wajib termasuk penegakan hukumnya, kemudian peningkatan kemampuan laboratorium uji SNI. (R016/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011