Yogyakarta (ANTARA) - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Tahun 2022 sebesar Rp1.840.915,53 atau naik 4,30 persen dari sebelumnya sebesar Rp1.765.000.
Sultan HB X di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Jumat, mengatakan kenaikan UMP sebesar Rp75.915,53 berdasarkan rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi yang terdiri atas unsur serikat pekerja, unsur pengusaha, unsur pemerintah, Badan Pusat Statistik (BPS) dan unsur akademisi.
"Kami sepakat (penetapan UMP) tidak akan melanggar ketentuan perundang-undangan yang ada," kata dia.
Sementara untuk Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Kota Yogyakarta, lanjut Sultan, mengalami kenaikan sebesar Rp84.440 atau 4,08 persen dibanding 2021 menjadi Rp2.153.970.
UMK Kabupaten Sleman tahun 2022 sebesar Rp2.001.000, naik Rp97.500 atau 5,12 persen dibanding 2021.
Baca juga: Ridwan Kamil pastikan UMP 2022 Jabar naik
Kenaikan UMK Kabupaten Bantul adalah yang terendah se-DIY yakni naik Rp74.388 atau 4,04 persen dari tahun lalu menjadi sebesar Rp1.916.848.
Sementara UMK Kabupaten Kulon Progo naik Rp99.275 atau 5,50 persen menjadi Rp1.904.275.
Sedangkan Kabupaten Gunung Kidul mengalami kenaikan UMK tertinggi yakni sebesar Rp130.000 atau 7,34 persen menjadi Rp1.900.000.
Keputusan UMP DIY 2022 itu ditetapkan melalui Keputusan Gubernur DIY Nomor 372/KEP/2021 tentang Penetapan Upah Minimum Provinsi tahun 2022.
Adapun besaran UMK Kabupaten/Kota tahun 2022, ditetapkan melalui SK/373/KEP/2021 tentang Penetapan Upah Minimun Kabupaten/Kota tahun 2022.
Sultan menuturkan bahwa terdapat perbedaan penghitungan UMP/UMK 2021 dengan 2022.
Baca juga: Anies belum tetapkan UMP 2022
Mengacu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, UMP dan UMK dihitung berdasarkan formula penghitungan upah minimum, menggunakan data BPS yang meliputi pertumbuhan ekonomi atau inflasi daerah, rata-rata konsumsi per kapita, banyaknya anggota rumah tangga, dan banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja.
"Kalau yang kemarin (UMP/UMK 2021) inflasi dan pertumbuhan ekonominya itu nasional, sekarang inflasi dan pertumbuhan ekonomi provinsi. Jadi kalau provinsi pertumbuhannya bagus ya otomatis pengupahannya akan bagus," tutur Sultan.
Sri Sultan menambahkan, bahwa di dalam Keputusan Gubernur sesuai peraturan yang berlaku, terdapat penambahan klausul di mana ketetapan pengupahan itu tidak boleh ditangguhkan.
"Pengusaha dilarang membayar upah di bawah Upah Minimum Kabupaten/Kota serta tidak melakukan penangguhan pembayaran Upah Minimum Kabupaten/Kota Tahun 2022. Karena jika itu dilakukan akan ada aturan hukumnya sendiri. Konsekuensi juga kalau tidak dibayar atau ditangguhkan," kata dia.
Ia meminta para pengusaha mempelajari sendiri mengenai sanksi apabila ketentuan pengupahan itu dilanggar sesuai ketentuan perundang-undangan yang ada.
"Saya ingin mengingatkan ke pengusaha untuk mau melihat peraturan yang ada. Baik yang sifatnya administratif maupun yang melanggar ketentuan yang telah diputuskan," ujar dia.
Di sisi lain, Raja Keraton Yogyakarta ini juga meminta dengan besaran pengupahan yang lebih baik para buruh juga dapat mengimbangi dengan kualitas kinerja yang meningkat.
"Dengan kemaun pengusaha untuk membayar dengan nilai lebih mahal, para buruh juga kami harapkan meningkatkan produktivitas dan kualifikasi sebagai tenaga kerja yang lebih terampil dan lebih punya kemauan bekerja lebih keras," kata dia.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Arya Nugrahadi mengatakan besaran UMP/UMK yang telah ditetapkan oleh Gubernur DIY berlaku mulai 1 Januari 2022.
Arya menambakan formula penghitungan upah minimum dengan mengacu PP 36 Tahun 2021 memiliki semangat mengurangi kesenjangan upah minimum sehingga terwujud keadilan upah antarwilayah.
"Itu terbukti yang ada di DIY, upah tertinggi kita kan ada di Kota Yogyakarta dan terendah ada di Gunung Kidul. Nah (dengan formula PP 36) disparitasnya atau kesenjangan pengupahannya turun 15,2 persen," kata dia.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021