Palembang (ANTARA News) - Penerapan standar kompetensi wartawan oleh Dewan Pers sama sekali bukan untuk mengekang kemerdekaan pers di Indonesia, tetapi justru merupakan regulasi yang harus diatur dan dilaksanakan sendiri oleh kalangan pers guna mewujudkan wartawan yang profesional.
Benang merah kesimpulan itu mengemuka dalam Sosialisasi Standar Kompetensi Wartawan yang dilaksanakan Dewan Pers di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis.
Sosialisasi ini menghadirkan narasumber dua anggota Dewan Pers, Wina Armada Sukardi selaku ketua tim perumus standar kompetensi wartawan (SKW), dan Agus Sudibyo Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Dewan Pers, serta Petrus Suryadi Sutrisno pengajar Lembaga Pers Dr Sutomo (LPDS) Jakarta.
Sejumlah pimpinan dan pengelola media massa di Palembang mengkhawatirkan, setelah diberlakukan dan dilaksanakan, Standar Kompetensi Wartawan (SKW) itu akan menjadi aturan standar formal yang kaku dan mengekang kemerdekaan pers serta membatasi keleluasaan kerja jurnalistik para wartawan.
Namun, menurut Wina Armada Sukardi, SKW itu tidak akan mengekang kemerdekaan pers, mengingat justru aspirasinya berasal dan dilaksanakan oleh masyarakat pers sendiri.
Dalam pelaksanaan SKW, kata dia, akan dilaksanakan secara transparan dengan melibatkan banyak lembaga penguji yang independen serta selalu terbuka kesempatan bagi yang belum menjalani uji kompetensi.
"Jangan resah menghadapi uji kompetensi wartawan ini, tapi jangan pula menganggapnya enteng," ujar Wina.
Ia mengingatkan bahwa penerapan SKW itu merupakan salah satu hasil kesepakatan Piagam Palembang yang ditelurkan dalam peringatan Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2010 di Palembang.
Dalam Piagam Palembang itu, kalangan perusahaan pers nasional menyepakati untuk menerima dan memasukkan Peraturan Dewan Pers tentang Kode Etik Jurnalistik, Standar Perusahaan Pers, Standar Perlindungan Wartawan, dan Standar Kompetensi Wartawan sebagai bagian dari peraturan perusahaan persnya.
SKW itu juga telah dirintis pemberlakuannya sekitar 10 tahun lalu, sehingga pada tahun 2011 ini diharapkan dapat mulai diberlakukan.
"SKW dirumuskan oleh tim independen, heterogen, dan prosesnya demokratis, dengan melibatkan 48 organisasi pers, perusahaan pers, perguruan tinggi, dan masyarakat komunikasi, serta telah disetujui oleh mayoritas kelompok perusahaan pers besar," kata Wina yang menjadi Ketua Tim Perumus SKW itu.
Ia menjelaskan, SKW adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, keahlian, dan sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas kewartawanan.
"Sertifikat kompetensi yang diperoleh dan ditetapkan bagi seorang jurnalis berlaku sepanjang pemegangnya menjalankan kegiatan jurnalistik," ujarnya.
Mengenai jenjang kompetensi itu, adalah wartawan muda, madya dan utama, dengan ketentuan sekurang-kurangnya tiga tahun setelah menjalani jenjang kompetensi wartawan muda dapat mengikuti uji kompetensi wartawan madya.
Begitu pula setelah sekurangnya dua tahun menjalani jenjang kompetensi wartawan madya, dapat mengikuti jenjang wartawan utama.
"Wartawan utama berhak sebagai penanggungjawab media bersangkutan," kata Wina.
Dewan Pers, menurut dia, telah pula menetapkan empat lembaga yang lulus verifikasi dan dapat melakukan uji kompetensi wartawan, yaitu perusahaan pers, perguruan tinggi yang memiliki program studi komunikasi jurnalistik, lembaga pendidikan kewartawanan, dan organisasi wartawan.
Menurut pengajar Lembaga Pers Dr Sutomo (LPDS), Petrus Suryadi Sutrisno, sampai saat ini baru LPDS yang dinyatakan layak melakukan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) dan telah melakukannya pada seratusan wartawan di Jakarta, Medan, Surabaya, dan Makassar.
Petrus menegaskan bahwa perusahaan pers atau organisasi pers dan perguruan tinggi dapat melaksanakan pula UKW itu, mengikuti jejak yang dilakukan LPDS.
Ia menyebutkan, beberapa kelompok bisnis media massa dan perusahaan pers, di antaranya Kompas, TEMPO, dan Kantor Berita ANTARA sebenarnya telah memiliki sendiri lembaga UKW, sehingga dapat mengajukan diri untuk diverifikasi oleh Dewan Pers sehingga layak melakukan UKW bagi wartawannya sendiri maupun wartawan lain umumnya.
Terungkap dalam sosialisasi itu bahwa tujuan penerapan SKW adalah untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme wartawan, acuan sistem evaluasi kinerja wartawan oleh perusahaan pers, menegakkan kemerdekaan pers berdasarkan kepentingan publik, menjaga harkat dan martabat kewartawanan sebagai profesi khusus penghasil karya intelektual, menghindarkan penyalahgunaan profesi wartawan, dan menempatkan wartawan pada kedudukan strategis dalam industri pers. (B014/M008/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011