Jakarta (ANTARA News) - Kuasa Hukum Benua Indah Group (BIG) Habiburokhman menyesalkan pernyataan Direktur Treasury, Financial Institution, and Special Assets Bank Mandiri Thomas Arifin yang akan terus melanjutkan proses lelang aset BIG.
"Ada kesan yang kuat bahwa Bank Mandiri mengabaikan fakta-fakta hukum penting yang terkait kredit dari Bank Mandiri kepada BIG," kata Habiburokhman dalam siaran persnya di Jakarta, Kamis.
Dikatakannya, Bank Mandiri mengabaikan fakta bahwa sejak tahun 2005 Bank Mandiri seharusnya telah mengkonversi hutang lahan untuk 3663 petani plasma sesuai Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1986 tentang Pengembangan Perkebunan dengan pola PIR Trans.
Selain itu, kata Habiburokhman, Bank Mandiri seolah mengabaikan keputusan Peninjauan Kembali (PK)Mahkamah Agung yang merevisi angka hutang Benua Indah dari Rp480 miliar menjadi Rp247 miliar.
Dengan demikian, kata dia, penetapan sita dan proses lelang yang semula didasarkan pada Perjanjian Bersama (PB) dengan nilai hutang Rp480 milliar menjadi tidak valid.
"Jadi Bank Mandiri dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta I tidak bisa sekonyong-konyong melompat ke tahapan lelang, melainkan harus mengulang dari proses Perjanjian Bersama," katanya.
Habiburokhman menilai Bank Mandiri terkesan tidak memahami diktum putusan PK Mahkamah Agung yang tidak mengatur batas waktu pembayaran hutang Benua Indah ke Bank Mandiri.
"Logikanya, proses pengurusan hutang Benua Indah baru bisa dimulai sejak tanggal dikeluarkannya putusan PK MA, dan itu berarti belum memasuki tahapan lelang," katanya.
Saat ini Benua Indah sedang menggugat KPKNL Jakarta I dan Bank Mandiri di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena dinilai terus ngotot untuk melakukan lelang. Dalam gugatan tersebut Benua Indah meminta proses lelang terhadap aset Benua Indah dihentikan dan dibatalkan.
Menurut Habiburokhman, Benua Indah melakukan gugatan karena merasa komunikasi dengan KPKNL Jakarta I dan Bank Mandiri tidak berjalan dengan baik.
"Padahal sudah berkali-kali Benua Indah mengirimkan surat yang isinya keinginan untuk membayar hutang yang menjadi kewajiban Benua Indah yaitu Rp108 Milliar," katanya.
Seharusnya, kata Habiburokhman, sengketa kredit antara Benua Indah dan Bank Mandiri tidak perlu berlarut-larut jika Bank Mandiri bersikap kooperatif dan patuh pada ketentuan Inpres Nomor 1 Tahun 1986 dengan melakukan konversi untuk 3663 kepala keluarga, sementara di sisi lain Benua Indah menyelesaikan kewajibannya selaku perusahan inti.
Dikatakannya, dalam pertemuan PT Benua Indah dan petani plasma dengan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian pada Maret 2011 untuk membahas mengenai konversi kebun plasma milik petani plasma binaan PT Benua Indah dalam program PIR Trans, Ditjen Perkebunan meminta Bank Mandiri melakukan konversi kredit terhadap kebun plasma yang sudah selesai dibangun oleh PT Benua Indah.
"Tetapi pihak Bank Mandiri tak kunjung melakukan konversi," demikian Habiburokhman.(*)
(S024/Z002)
Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011