Denpasar (ANTARA News) - Guru Besar Universitas Udayana Prof Dr I Nyoman Darma Putra menilai, kisah pertemuan, persahabatan dan percintaan antara orang Bali dengan wisatawan mancanegara, merupakan tema dominan yang muncul berulang kali dalam karya sastrawan Bali sejak 1960-an hingga sekarang.

"Karya-karya sastrawan Bali muncul dengan latar belakang perkembangan pariwisata Bali, yang saat itu cenderung bergerak ke arah pariwisata massal," kata Prof Darma Putra, guru besar pada Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Udayana di Denpasar, Kamis.

Ia mengatakan, perkembangan pariwisata massal tersebut menimbulkan perasaan yang bertentangan. Di satu sisi masyarakat menyambut kehadiran pariwisata karena manfaat ekonomi yang dijanjikan, namun pada sisi lain merasa khawatir akan dampak negatif pariwisata terhadap kebudayaan dan masyarakat Bali.

Sastra Bali modern dalam tahun 2010 mengalami perkembangan cukup signifikan, terbukti dengan munculnya sejumlah novel dalam media massa serta penerbitan buku tentang hal itu.

Buku Sastra Bali modern yang terbit selama tahun 2010 sebanyak 13 judul, meningkat dari tahun sebelumnya yang tercatat sembilan judul. Munculnya novel-novel sejarah dalam sastra Bali modern menjadi salah satu fenomena yang mengikuti kecenderungan mutakhir dalam sastra Indonesia.

Prof Darma Putra menambahkan, respon pengarang terhadap pandangan mendua mengenai dampak pariwisata bisa ditelusuri dalam karya-karya yang ditulisnya.

Dalam rentang waktu lima dasawarsa, 1960-an sampai 2000-an, ada 14 cerita pendek dan novel yang berlatar belakang pariwisata, yang melukiskan hubungan persahabatan atau percintaan Bali-Bule.

Cerita tersebut misalnya "Sahabatku Hans Schmitter" karya Nyoman Rasta Sindhu (1969), "Sanur tetap Ramai" (1971) karya Faisal Baraas, "Liak Ngakak" (1978) karya Putra Mada, "Wanita Amerika dibunuh di Ubud" (2002) karya Gde Aryantha Soethama, dan "Depang Tiang Bajang Kayang-kayang" (2007) karya Nyoman Manda.

Prof Darma Putra menjelaskan, ada banyak pasangan kawin-campur yang legendaris, seperti Ni Pollok, gadis Bali dengan pelukis Le Mayeur, yang meninggalkan sejumlah karya di atas kanvas dan Museum Le Mayeur di Pantai Sanur.

Kisah perjalanan hidup Pollok-Le Mayeur ditulis dalam buku Ni Pollok, model dari Desa Kelandis, Kota Denpasar. Demikian pula pasangan Ni Rondji dengan Antonio Blanco, asal Filipina di perkampungan seniman Ubud, Gianyar yang juga mewariskan sejumlah karya seni lukis yang kini dipajangkan di Museum Blanco Ubud.

"Kisah perjalanan hidup Blanco-Ni Rondji pernah diangkat dalam sinetron `Cinta Api Antonio Blanco`, yang diputar tahun 1997 di ANTV," tutur Darma Putra. (I006/P004/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011